√ Kurang Tidur = Cepat Pikun
Konten [Tampil]
SERING begadang atau stres lantaran pekerjaan menciptakan sebagian orang rela kehilangan kualitas tidurnya. Kualitas tidur menurun, otomatis juga mengurangi kualitas intelek/ intelegensaia, perilaku, dan kepribadian. Tanpa bermaksud menakut-nakuti Anda, hal ini dapat terjadi tak hanya pada orang tua, tapi dapat terjadi pada segala usia, dan tak mengenal gender.
Insomnia, yang merupakan salah satu jenis gangguan tidur, dituding dapat mengakibatkan demensia. Namun, sebelum kita berbicara lebih jauh mengenai korelasi kedua penyakit ini, kita akan membahas dulu mengenai insomnia, kemudian demensia, kemudian kita akan mengetahui kaitan antara keduanya. Insomnia merupakan salah satu dari sekian banyak jenis gangguan tidur (trouble sleeping). Insomnia ialah tanda-tanda kelainan tidur, bukan penyakit. Penyebabnya, dari suatu penyakit tertentu, baik fisik maupun psikis. Gejalanya penderitanya memang mengalami kesulitan untuk tidur, sering terjaga di malam hari, dan tubuhnya seringkali mengalami capek/ lelah. Namun, masyarakat sering salah kaprah, dengan beranggapan bahwa orang yang begadang atau tidur larut malam disebut insomnia. Penyebab, antara lain lantaran jetlag, jam kerja pada malam-pagi hari, mengkonsumsi minuman beralkohol, imbas samping obat tertentu, stres, penyakit kerusakan otak (misalnya stroke), gangguan neurologis dan gangguan psikis menyerupai bipolar atau obsesif kompulsif.
Insomnia sendiri, dibedakan menjadi primer dan sekunder. Primer merupakan kurang tidur. Kurang tidur yang dimaksud ialah kurang secara kualitas, bukan kuantitas. Normalnya, dalam sehari insan tidur sebanyak delapan jam, dan semakin bau tanah usianya, jam tidur semakin pendek. Meskipun dalam sehari seseorang hanya tidur lima atau empat jam, namun tidurnya berkualitas, maka ia tidak dapat dikatakan insomnia. Juga tidak ada kaitannya dengan contoh tidur. Jadi, saat contoh tidur seseorang berubah, contohnya gres tidur sehabis subuh, dan bangkit pada pagi/ siang hari, belum tentu insomnia, selama ia tidak mengalami gangguan dalam tidurnya. “Kalau ada orang yang setiap harinya ’disiplin’tidur pada jam 4 pagi, bukan insomnia namanya, kalau tidurnya selalu nyenyak,” ungkap dr. Jimmy EB Hartono, Sp.S, neurolog RSUP Kariadi Semarang. Tidur yang normal atau berkualitas, yakni yang Rapid Eye Movement-nya (REM) normal.
REM ini ialah pergerakan mata dari mulai tidur sampai tertidur pulas. Mulai dari berbaring memejamkan mata (masih dalam keadaan sadar/ belum tidur), yang lamanya sekitar 60 - 90 menit, kemudian REM antara 10 - 15 menit, dan tidur pulas. Lalu, sekunder, yang muncul jawaban penyakit-penyakit lain. Antara lain Obstructive Sleep Apnea (OSA) atau sering terhentinya napas saat tidur, sleep paralysis atau tindihan, narkolepsi (mengantuk berlebihan) atau katapleksi (kelemahan mendadak pada otot-otot motorik). Insomnia Nah, insomnia sekunder itulah yang dapat mengakibatkan seseorang terjangkit demensia, berapapun usianya. Demensia atau pikun, ialah degeneratif progresif intelek/ intelegensia, sikap dan kepribadian seseorang, yang disebabkan kelainan pada otak. Berbeda dengan alzeimer yang prosesnya usang (menahun), demensia relatif cepat. Kecepatan memburuknya kondisi penderita, tergantung pada penyebab yang mendasari.
Seperti stroke, alzeimer, parkinson, huntington, AIDS, dan lainnya. “Tidur yang tidak berkualitas, bila kronis dapat menjadikan tanda penuaan dini, lantaran tidur ialah proses faali untuk perbaikan sel. Seperti HP yang perlu di-charge,” terperinci dr. Jimmy. Tidur yang tak berkualitas mempengaruhi pembentukan plak amyloid dalam otak. Plak amyloid merupakan deposit yang dianggap sebagai tanda penuaan dini. Bila hal tersebut terjadi, dapat mengakibatkan kepikunan atau demensia. Singkatnya, insomnia mengakibatkan daya tahan badan menurun. Karena kondisi badan memburuk, mengakibatkan seseorang mengalami penuaan dini, yang salah satunya ialah penuaan daya ingat atau memori. Meskipun demensia diidentikkan dengan orang tua, belum tentu orang yang usianya sudah lanjut, mengalami pikun.
Bisa saja beliau lupa akan hal-hal kecil menyerupai lupa menaruh barang, tetapi masih ingat semua sejarah teori filsafat, misalnya. Hal tersebut lantaran memori insan terbagi menjadi tiga, jangka pendek, menengah dan panjang. Nah, orang yang mengalami demensia, kehilangan memori jangka pendeknya, namun masih dapat mengingat memori jangka panjang, menyerupai teori-teori filsafat tersebut. Seperti dongeng dalam novel Umberto Eco, “The Mysterious Flame of Queen Loana”, sang tokoh utama mengalami demensia akut. Dia bahkan tak ingat namanya sendiri. Tapi, ia dapat mengingat setiap detail plot, serta setiap baris puisi dari buku-buku yang pernah dibacanya. Di dunia nyata, ada pada yang dialami Amir (45).
Diusianya yang bahkan belum mencapai separuh baya, ia sudah mengalami demensia. Ia masih dapat menggerakkan anggota tubuhnya, tapi kehilangan memori jangka pendeknya. Ia bahkan lupa nama istrinya. Dr. Jimmy mengungkapkan, bahwa orang yang sudah terlanjur demensia, tak dapat disembuhkan. Yang dapat diobati, jikalau masih predemensia. Jadi, sebelum Anda terlanjur mengalami demensia, ada baiknya mulai memperbaiki kualitas tidur dari sekarang. Jika tidur Anda bermasalah.(11) (/)
Oleh Irma Mutiara Manggia
Sumber http://mtsmafaljpr.blogspot.com
Insomnia, yang merupakan salah satu jenis gangguan tidur, dituding dapat mengakibatkan demensia. Namun, sebelum kita berbicara lebih jauh mengenai korelasi kedua penyakit ini, kita akan membahas dulu mengenai insomnia, kemudian demensia, kemudian kita akan mengetahui kaitan antara keduanya. Insomnia merupakan salah satu dari sekian banyak jenis gangguan tidur (trouble sleeping). Insomnia ialah tanda-tanda kelainan tidur, bukan penyakit. Penyebabnya, dari suatu penyakit tertentu, baik fisik maupun psikis. Gejalanya penderitanya memang mengalami kesulitan untuk tidur, sering terjaga di malam hari, dan tubuhnya seringkali mengalami capek/ lelah. Namun, masyarakat sering salah kaprah, dengan beranggapan bahwa orang yang begadang atau tidur larut malam disebut insomnia. Penyebab, antara lain lantaran jetlag, jam kerja pada malam-pagi hari, mengkonsumsi minuman beralkohol, imbas samping obat tertentu, stres, penyakit kerusakan otak (misalnya stroke), gangguan neurologis dan gangguan psikis menyerupai bipolar atau obsesif kompulsif.
Insomnia sendiri, dibedakan menjadi primer dan sekunder. Primer merupakan kurang tidur. Kurang tidur yang dimaksud ialah kurang secara kualitas, bukan kuantitas. Normalnya, dalam sehari insan tidur sebanyak delapan jam, dan semakin bau tanah usianya, jam tidur semakin pendek. Meskipun dalam sehari seseorang hanya tidur lima atau empat jam, namun tidurnya berkualitas, maka ia tidak dapat dikatakan insomnia. Juga tidak ada kaitannya dengan contoh tidur. Jadi, saat contoh tidur seseorang berubah, contohnya gres tidur sehabis subuh, dan bangkit pada pagi/ siang hari, belum tentu insomnia, selama ia tidak mengalami gangguan dalam tidurnya. “Kalau ada orang yang setiap harinya ’disiplin’tidur pada jam 4 pagi, bukan insomnia namanya, kalau tidurnya selalu nyenyak,” ungkap dr. Jimmy EB Hartono, Sp.S, neurolog RSUP Kariadi Semarang. Tidur yang normal atau berkualitas, yakni yang Rapid Eye Movement-nya (REM) normal.
REM ini ialah pergerakan mata dari mulai tidur sampai tertidur pulas. Mulai dari berbaring memejamkan mata (masih dalam keadaan sadar/ belum tidur), yang lamanya sekitar 60 - 90 menit, kemudian REM antara 10 - 15 menit, dan tidur pulas. Lalu, sekunder, yang muncul jawaban penyakit-penyakit lain. Antara lain Obstructive Sleep Apnea (OSA) atau sering terhentinya napas saat tidur, sleep paralysis atau tindihan, narkolepsi (mengantuk berlebihan) atau katapleksi (kelemahan mendadak pada otot-otot motorik). Insomnia Nah, insomnia sekunder itulah yang dapat mengakibatkan seseorang terjangkit demensia, berapapun usianya. Demensia atau pikun, ialah degeneratif progresif intelek/ intelegensia, sikap dan kepribadian seseorang, yang disebabkan kelainan pada otak. Berbeda dengan alzeimer yang prosesnya usang (menahun), demensia relatif cepat. Kecepatan memburuknya kondisi penderita, tergantung pada penyebab yang mendasari.
Seperti stroke, alzeimer, parkinson, huntington, AIDS, dan lainnya. “Tidur yang tidak berkualitas, bila kronis dapat menjadikan tanda penuaan dini, lantaran tidur ialah proses faali untuk perbaikan sel. Seperti HP yang perlu di-charge,” terperinci dr. Jimmy. Tidur yang tak berkualitas mempengaruhi pembentukan plak amyloid dalam otak. Plak amyloid merupakan deposit yang dianggap sebagai tanda penuaan dini. Bila hal tersebut terjadi, dapat mengakibatkan kepikunan atau demensia. Singkatnya, insomnia mengakibatkan daya tahan badan menurun. Karena kondisi badan memburuk, mengakibatkan seseorang mengalami penuaan dini, yang salah satunya ialah penuaan daya ingat atau memori. Meskipun demensia diidentikkan dengan orang tua, belum tentu orang yang usianya sudah lanjut, mengalami pikun.
Bisa saja beliau lupa akan hal-hal kecil menyerupai lupa menaruh barang, tetapi masih ingat semua sejarah teori filsafat, misalnya. Hal tersebut lantaran memori insan terbagi menjadi tiga, jangka pendek, menengah dan panjang. Nah, orang yang mengalami demensia, kehilangan memori jangka pendeknya, namun masih dapat mengingat memori jangka panjang, menyerupai teori-teori filsafat tersebut. Seperti dongeng dalam novel Umberto Eco, “The Mysterious Flame of Queen Loana”, sang tokoh utama mengalami demensia akut. Dia bahkan tak ingat namanya sendiri. Tapi, ia dapat mengingat setiap detail plot, serta setiap baris puisi dari buku-buku yang pernah dibacanya. Di dunia nyata, ada pada yang dialami Amir (45).
Diusianya yang bahkan belum mencapai separuh baya, ia sudah mengalami demensia. Ia masih dapat menggerakkan anggota tubuhnya, tapi kehilangan memori jangka pendeknya. Ia bahkan lupa nama istrinya. Dr. Jimmy mengungkapkan, bahwa orang yang sudah terlanjur demensia, tak dapat disembuhkan. Yang dapat diobati, jikalau masih predemensia. Jadi, sebelum Anda terlanjur mengalami demensia, ada baiknya mulai memperbaiki kualitas tidur dari sekarang. Jika tidur Anda bermasalah.(11) (/)
Oleh Irma Mutiara Manggia