√ 7 Teknologi Pengendalian Hama Boleng / Lanas Pada Ubi Jalar
Kabartani.com – Boleng atau lanas pada ubi jalar disebabkan oleh larva dari kumbang Cylas formicarius yang merupakan hama utama pada budidaya ubi jalar. Serangga remaja bentuknya mirip semut, mempunyai antenanya yang besar yang membedakan antara jantan dan betina. Apabila diganggu, mereka menjatuhkan diri dan berpura-pura mati. Serangga ini bisa terbang dalam jarak yang tidak terlalu jauh.
Serangga remaja hanya menimbulkan kerusakan yang kurang berarti, mirip merusak lapisan permukaan daun, tangkai daun dan batang berupa bercak oval kecil. Pada umbi kerusakan oleh serangga remaja berupa bacokan pada permukaan umbi.
Kerusakan yang besar justru terjadi pada umbi dan batang akhir gerekan oleh larva. Di akrab lubang gerekan tersebut, warna jaringan tumbuhan bermetamorfosis lebih gelap dan membusuk, sehingga tidak layak dikonsumsi lantaran rasanya pahit.
Pembuatan lubang gerekan pada ubi jalar akan merangsang pembentukan senyawa toksik yang sanggup mempengaruhi kerja hati dan paru-paru mamalia (Woolfe 1992). Oleh lantaran pembentukan racun tersebut, kerusakan kecil pada umbi apabila dikonsumsi akan berbahaya bagi kesehatan manusia.
Di Indonesia kehilangan hasil akhir serangan hama boleng berkisar antara 10-80%, tergantung pada lokasi dan iklim. Pada isu terkini kemarau, kehilangan hasil di dataran rendah sampai sedang di tingkat petani berkisar antara 15-50% (Widodo et al. 1994).
Apabila umbi belum terbentuk, imago betina akan meletakkan telur pada batang akrab permukaan tanah. Selanjutnya larva akan menggerek batang, dan menuju ke umbi kalau umbi telah terbentuk. Meskipun imago kumbang lebih menyukai umbi, namun sanggup juga memakan daun. Gejala kerusakan yang ditimbulkan berupa lubang-lubang pada helai daun. Sekali menyerang tanaman, serangga ini akan tetap berada di lahan ubi jalar.
Berapa komponen pengendalian hama boleng telah diteliti antara lain dengan bercocok tanam, pemusnahan inang antara, resistensi tanaman, musuh alami, dan feromon sec C. formicarius (Talekar 1991).
A. Sanitasi Lahan
Sanitasi lahan dilakukan sebelum tanam, dengan menghilangkan sumber infestasi. Pada referensi tanam padi – ubi jalar – ubi jalar sisa panen ubi jalar pertama berupa umbi dan batang yang terjangkit menjadi sumber infestasi pada lahan pertanaman ubi jalar berikutnya, lantaran telur, larva, pupa,atau imago banyak terdapat pada sisa panen tersebut.
Oleh lantaran itu pemusnahan sisa tanaman sehabis panen penting dilakukan lantaran kumbang bisa bertahan di dalam sisa-sisa umbi dan batang untuk menginfestasi tumbuhan berikutnya. Oleh lantaran itu perendaman sisa tanaman, mengakibatkan pembusukan yang mematikan larva dan imago di dalamnya.
Selain itu juga dilakukan pemusnahan tumbuhan inang antara lain yaitu Ipomoea indica, I. pescaprae liar yang ada di sekitar lahan lantaran sanggup menjadi sumber infestasi pada ubi jalar yang akan ditanam. Karena telur, larva dan pupa sanggup hidup dan berkembang dalam batang, pemusnahan dengan cara dibakar akan memberi hasil yang lebih baik (Powel et al. 2001).
B. Teknik Bercocok Tanam
1. Menggunakan Bibit Sehat
Menggunakan materi tanam yang sehat, bebas infestasi hama boleng merupakan langkah strategis dalam pengendalian hama boleng. Stek pucuk (25-30 cm dari pucuk) pada umumnya masih bebas dari infestasi telur dan larva hama boleng, sedangkan bibit dari batang yang lebih bau tanah kemungkinan sudah terinfestasi.
Oleh lantaran itu apabila memungkinkan hanya memakai belahan pucuk tumbuhan (stek pucuk) sebagai materi tanam. Namun apabila terpaksa memakai batang yang lebih tua, stek perlu direndam dalam larutan insektisida organofosfat atau carbamate 0,01 – 0,05% (bahan aktif) selama 30 menit.
Cara ini merupakan cara yang murah dan efektif untuk membersihkan bibit dari infestasi hama boleng. Perlakuan insektisida tersebut juga akan bisa melindungi pertanaman di lapang sampai lebih kurang satu bulan dari serangan hama boleng.
2. Pergiliran tanaman
Penanaman ubi jalar berkelanjutan pada lahan yang sama tidak dianjurkan lantaran mendorong perkembangan hama boleng yang menjadikan infestasi dan kerusakan umbi pada pertanaman kedua. Menurut Powel et al (2001), pada lahan pertanaman yang ditanam secara terus menerus, jumlah hama boleng (berbagai stadia) dalam umbi dari pertanaman kedua sanggup mencapai 20 kali lipat dibanding pertanaman pertama.
Namun pergiliran tanam dan pemberaan lahan dengan ditumbuhi rumput teki Imperata cylindrica, Piper aduncum atau Gliricidia sepium selama dua isu terkini tidak kuat aktual terhadap serangan dan kerusakan umbi. Disarankan terdapat selang waktu paling tidak 12 bulan untuk menanam tumbuhan ubi jalar berikutnya. Pergiliran tumbuhan hanya berhasil kalau tidak terdapat tumbuhan terinfeksi di sekitar lahan.
Di lahan sawah, pergiliran tumbuhan ubi jalar dengan tumbuhan padi sanggup memotong siklus hidup hama boleng. Perendaman lahan selama satu sampai dua ahad akan membusukkan sisa-sisa tumbuhan dan umbi yang tertinggal dan mematikan hama boleng.
3. Perbaikan Guludan
Hama boleng seringkali melalui rekahan tanah untuk mencapai umbi di dalam tanah. Pembesaran umbi pada varietas yang membentuk umbi akrab dengan permukaan tanah, dan cuaca yang kering, mengakibatkan tanah merekah, dan meningkatkan serangan hama boleng. Pencegahan rekahan tanah sanggup dilakukan dengan cara membumbun (meninggikan tanah di sekitar tanaman), atau pengairan (Talekar 1991).
C. Menanam Varietas Tahan
Penelitian untuk mendapat klon yang tahan terhadap hama boleng telah banyak dilakukan, namun hasil yang diperoleh belum stabil, selalu berbeda antar isu terkini dan lokasi. Hingga dikala ini belum ditemukan klon yang benar-benar tahan terhadap hama boleng.
Salah satu agenda pemuliaan tumbuhan ubi jalar di Balitkabi Malang ialah merakit varietas unggul yang tahan terhadap hama boleng. Meski belum diperoleh varietas/klon yang benar-benar tahan terhadap hama boleng. Namun ada varietas yang diklaim agak tahan terhadap penyakit boleng, diantaranya yaitu: varietas Daya, Kalasan, Cangkuang, Sewu, Sari, Boko, Sukuh, Jago, Kidal, Beta (1,2,3), Antin (1,2,3), Pating (1 dan 2).
D. Penggunaan Feromon s3k
Russo (1973) melaporkan bahwa imago Cylas formicarius betina menghasilkan feromon yang sanggup memikat imago jantan. Selanjutnya dilakukan isolasi, identifikasi dan sintesa feromon tersebut dan dikembangkan sebagai alat untuk memantau populasi Cylas formicarius.
Letak ketinggian pemasangan feromon sec yang terbaik ialah setinggi tajuk ubi jalar, dan hasil terbaik dilakukan pada malam hari antara jam 18.00 – 06.00. Hal ini lantaran Cylas formicarius ialah serangga nocturnal.
Penggunaan feromon sec untuk pengendalian hama boleng tidak bisa bangun sendiri. Kombinasinya dengan perendaman stek ke dalam insektisida memperlihatkan hasil yang baik (Talekar 1991). Perangkap feromon sec sanggup menurunkan jumlah Cylas formicarius secara aktual melalui gangguan perkawinan kumbang betina, sehingga fertilitas kumbang betina akan menurun. Penggunaan feromon sec secara massal telah dilakukan di Bangladesh, dan memperlihatkan hasil yang baik (Islam et al. 1989).
Hasil penelitian yang telah dilakukan di Muneng dan Genteng pada MK 1996 memperlihatkan bahwa kombinasi penggunaan feromon sec dengan pencelupan stek ke dalam larutan insektisida karbosulfan 0,05 % b.a/ha selama 20 menit pada dikala tanam, kerusakan umbi akhir serangan hama boleng lebih rendah, dan jadinya lebih tinggi daripada perlakuan lain.
E. Pemanfaatan Musuh Alami
Musuh alami kumbang sangat berperan dalam menekan populasinya. Agens hayati mirip jamur entomofaga, bakteri, dan nematoda, dianggap mempunyai potensi sebagai agens pengendali hayati. Peran tersebut menjadi besar apabila dikombinasikan dengan feromon sec.
Hasil penelitian di laboratorium memperlihatkan bahwa jamur Beauveria bassiana, Bacillus thuringiensis, dan nematoda efektif terhadap Cylas formicarius (Jansson 1991). Larutan Beauveria bassiana juga sanggup dipakai untuk merendam stek ubi jalar sebelum tanam, semoga terbebas dari adanya telur-telur serangga yang melekat pada stek. Dua jenis parasitoid yang efektif yaitu Microbracon cylasovarus, dan Bassus cylasovarus. Di Indonesia sendiri, penelitian parasitoid dan pemangsa Cylas formicarius belum banyak dilakukan.
F. Penggunaan Insektisida Nabati
Pemakaian insektisida nabati untuk menekan kerusakan umbi ubi jalar akhir serangan hama boleng telah dilakukan di Muneng pada MK 1999. Bahan insektisida nabati yang dipakai ialah serbuk biji mimba (Azadirachta indica), daun mimba, dan daun paitan.
Serbuk biji mimba diberikan dalam bentuk semprotan, sedangkan daun mimba dan paitan diberikan sebagai mulsa. Pemberian mulsa daun mimba sebanyak 10 t/ha meningkatkan hasil umbi yang diperoleh, dan menurunkan kerusakan umbi lantaran hama boleng.
Mimba banyak tumbuh di lahan kering. Tanaman mimba mengandung azadirachtin, meliantriol, solamin, dan mimbin. Bagian flora yang dipakai ialah daun dan biji. Selain sebagai insektisida, mimba juga berperan sebagai fungisida, herbisida, antivirus, nematisida, dan moluskisida (Kardinan 1999).
Daun mimba sebanyak 10 t/ha yang diberikan sebagai mulsa bisa menekan kerusakan umbi oleh hama boleng, dan memperlihatkan hasil umbi lebih tinggi daripada perlakuan insektisida karbofuran. Selanjutnya diikuti oleh serbuk biji mimba yang disemprotkan dengan takaran 20 kg/ha, dengan larutan semprot 500 liter/ha.
Aplikasinya dilakukan dengan cara merendam 20 kg serbuk biji mimba dalam 20 liter air semalam, kemudian disaring, dan diencerkan sampai 500 liter, selanjutnya disemprotkan. Dosis karbofuran pada penelitian ini ialah 17 kg/ha.
G. Pengendalian Kimiawi
Sekitar 20% petani ubi jalar di Jawa Timur dan Jawa Tengah telah memakai insektisida untuk mengendalikan hama ubi jalar (Widodo et al. 1994). Permertrin merupakan insektisida yang terbaik apabila disemprotkan pada tanaman. Akan tetapi insektisida tersebut sama baiknya dengan karbosulfan apabila diaplikasikan dengan cara perendaman (celup).
Perendaman stek dilakukan pada dikala tanam dengan takaran 0,05% ba/ha selama 20 menit. Aplikasi dalam bentuk semprotan dilakukan tiga kali yaitu pada umur 50, 78, dan 106 hari dengan takaran 1-2 kg/ha.
Formulasi yang dipakai ialah dalam bentuk butiran, dan cairan atau bubuk untuk disemprotkan. Aplikasi dalam bentuk butiran dilakukan bersama pembumbunan. Dengan demikian efektif terhadap imago yang akan meletakkan telur.
Penggunaan insektisida untuk mengendalikan hama boleng secara semprotan pada umumnya dilakukan lebih dari satu kali. Oleh lantaran itu biayanya mahal, membunuh musuh alami, dan menimbulkan dampak yang kurang baik bagi lingkungan. Pada lahan endemis hama boleng dipakai stek pucuk, atau
dilakukan aplikasi insektisida dengan cara pencelupan stek apabila dipakai stek bukan dari pucuk tumbuhan untuk mencegah infestasi hama boleng.
Untuk mencegah infestasi hama boleng di dalam daerah penyimpanan (gudang) sebelum disimpan hendaknya dipisahkan antara umbi yang terjangkit dan umbi sehat, selanjutnya penyimpanan umbi sehat dilakukan dengan menimbun umbi tersebut dengan bubuk atau pasir setebal 5 cm (Kalshoven 1981).
Simak juga:
- Langkah Budidaya Ubi Ungu Dengan Baik Dan Benar
- Panduan Lengkap Budidaya Singkong Yang Baik dan Benar
- Tumpang Sari Singkong-Kacang Tanah dengan Teknik Double Row
Oleh : Sri Wahyuni Indiati dan Nasir Saleh (Balitkabi Jawa Timur, 2010)
Sumber https://kabartani.com