√ Orde Usang : Pengertian, Sejarah, Pemerintahan, Kebijakan
Konten [Tampil]
A. PENGERTIAN ORDE
Orde berasal dari bahasa Latin yaitu kata “ordo” yang berarti deretan, susunan, kelas, aturan, atau ketertiban. Oleh alasannya yaitu itu, pengertian orde sanggup diartikan sebagai suatu bagian/anggota yang mempunyai banyak unsur yang diatur melalui prinsip tertentu. Prinsip-prinsip tersebut sanggup mengatur bagaimana hubungan antara unsur yang satu dengan yang lainnya, sehingga timbul suatu kesatuan yang tersusun baik.
Orde lama yaitu sebuah sebutan yang ditujukan bagi Indonesia di bawah kepemimpinan presiden Soekarno. Soekarno memerintah Indonesia dimulai semenjak tahun 1945-1968. Sedangkan orde gres yaitu periode sehabis berlangsungnya orde lama. Orde baru di Indonesia yaitu sebutan untuk mewakili sistem di bawah kepemimpinan presiden Soeharto. Era presiden Soeharto berkuasa di Indonesia dimulai semenjak runtuhnya orde usang pada tahun 1968 hingga dengan dimulainya orde reformasi pada tahun 1998.
B. SEJARAH ORDE LAMA
1. Sistem Pemerintahan Demokrasi Liberal
Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia ditandai dengan proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, tidak menciptakan Belanda mengalah untuk merebut kembali kekuasaan di Indonesia. Terdapat banyak aksi militer yang dilancarkan oleh Belanda semenjak tahun 1945 hingga dengan 1949. Pada tahun 1949, akhirnya Belanda secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia.
Sejak merdeka, Indonesia sudah mempunyai presiden yaitu Ir.Soekarno. pada masa-masa sulitnya, Soekarno banyak memperlihatkan pemikiran-pemikiran semoga sanggup mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Baru pada tahun 1950, Soekarno menetapkan sistem pemerintahan bagi Indonesia. Sistem yang digunakan yaitu sistem pemerintahan demokrasi liberal. Di dalam sistem ini, presiden hanya bertindak sebagai kepala Negara, presiden hanya berhak mangatur formatur pemilihan kabinet. Oleh alasannya yaitu itu, tanggung jawab pemerintahan ada di tangan kabinet. Presiden tidak sanggup bertindak otoriter terhadap jalannya pemerintahan. Adapun kepala pemerintahan dipegang oleh seorang Perdana Menteri.
Pada masa demokrasi liberal ini, partai-partai menyerupai PNI, PKI, Masyumi mempunyai partisipasi yang sangat besar di dalam pemerintahan. Mereka mendapat kursi-kursi di dalam tubuh legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat) sebagai perwakilan rakyat Indonesia. Atas dasar amanat Undang-undang Dasar Sementara 1950, maka dibentuklah kabinet yang bertanggung jawab kepada parlemen. Setiap kabinet yang berkuasa harus mendapat dukungan lebih banyak didominasi dari perlemen, bila tidak mandate yang telah diberikan haru sdikembalikan lagi kepada presiden. Setelah itu, dibuat kembai kabinet gres untuk menggantikan kabinet selanjutnya semoga sanggup menjalankan roda pemerintahan.
Kabinet-kabinet yang pernah berkuasa semenjak dimulainya penerapan sistem pemerintahan demokrasi liberal yaitu kabinet Natsir (1950-1951), kabinet Sukiman-Suwirjo (1951-1952), kabinet Wilopo (1952-1953), kabinet Ali Sastroamidjojo I (1953-1955), kabinet Burhanuddin Harahap (1955-1956), kabinet Ali Sastroamidjojo II (1956-1957), dan kabinet Djuanda (1957-1959). Oleh alasannya yaitu itu, satu hal yang menjadi ciri dasar pada sistem pemerintahan ini yaitu kabinet yang sering berubah-ubah.
PENGERTIAN DAN SEJARAH ORDE LAMA DI INDONESIA |
Dalam menjalankan kebijakannya, kabinet-kabinet yang terbentuk banyak mengalami kendala terutama dari tubuh tubuh legislatif itu sendiri. Bentuk Negara yang belum sempurna, adanya beberapa kawasan yang masih dibawah kekuasaan Belanda, dan adanya perbedaan kepentingan politik antar anggota tubuh legislatif menciptakan kabinet yang ada susah untuk menjalankan kebijakan-kebijakannya.
Pada masa demokrasi liberal ini, Indonesia berhasil menjalankan pemuli pertama pada tanggal 29 september 1955 dengan jadwal untuk menentukan anggota tubuh legislatif yang akan dilantik pada 20 Maret 1956. Pada pemilu ini juga, Indonesia berhasil membentuk suatu tubuh yang bertugas untuk menyusun konstitusi tetap dari Negara Indonesia yang diberi nama dengan Badan Konstituante.
2. Sistem Pemerintahan Demokrasi Terpimpin
Berbagai kekacauan yang terjadi dikala diterapkannya demokrasi liberal, memaksa Indonesia untuk mulai membentuk suatu sistem pemerintahan gres yang lebih baik. Maka pada tahun 1959, Soekarno selaku presiden pada dikala itu memperkenalkan suatu sistem pemerintahan gres yang diberi nama Demokrasi Terpimpin. Perbedaan fundamental antara sistem pemerintahan demokrasi liberal dan demokrasi terpimpin terletaj pada kekuasaan presiden. Di dalam demokrasi liberal, tubuh legislatif memili kekuasaan yang luas untuk menjalankan pemerintahan dan pengambilan keputusan Negara. Namun di dalam sistem demokrasi terpimpin, presidenlah yang mempunyai kekuasaan tersebut, bahkan presiden memikili kekuasaan hampir seluruh bidang pemerintahan.
Secara resmi, Indonesia mulai menerapkan sistem demokrasi terpimpin semenjak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 oleh presiden Soekarno. Maka pada dikala itu, kabinet Djuanda dibubarkan dan digantikan dengan kabinet kerja yang dipimpin oleh Soekarno sendiri selaku perdana menteri dan Ir.Djuanda selaku menteri pertama. Pada masa pemerintahan ini, focus kebijakan berada di sector pangan, sandang, dan pembebasan Irian Barat. Di masa ini juga, Indonesia membentuk badan-badan administrator maupun legislative menyerupai MPRS, DPRS, DPA, Depernas, dan Front Nasional.
3. Gerakan 30 September 1965.
Salah satu kejadian yang paling membekas dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia yaitu kejadian G30S/PKI yang masih menuai kontroversi hingga sekarang. Salah satu versi wacana pergerakan ini timbul dari pemerintahan orde gres yang menyatakan bahu-membahu gerakan ini dilakukan untuk merebut kekuasaan tertinggi yang berada di tangan Soekarno selaku pimpinan tertinggi Angkatan Bersenjata dan Presiden Seumur Hidup menurut konsep dalam sistem Demokrasi terpimpin. Tindakan ini dipimpin oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan pemberian beberapa organisasi-organisasi underbouw yang masih tersisa pasca kejadian 1948.
Dampak-dampak yang ditimbulkan jawaban gerakan ini antara lain yaitu :
a. Timbulnya Demonstrasi Menentang PKI.
Penyelesaian terhadap G30S/PKI ini sejatinya akan diputuskan dikala sidang Dwikora pada tanggal 6 Oktober 1965. Namun, massa yang sudah tidak sabar menuntut semoga penyelasaian ini dilaksanakan secepatnya dengan cara seadil-adilnya. Maka timbullah banyak sekali demonstrasi massa menuntut hal tersebut.
b. Mayjen Soeharto Diangkat Menjadi Panglima AD
Pada dikala tengah berlangsungnya sidang Kabinet Dwikora yang dipimpin oleh Presiden Soekarno, asisten presiden melaporkan bahwa diluar istana terdapat pasukan yang tidak dikenal. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, Soekarno menyerahkan pimpinan sidang kepada Wakil Perdana Menteri Dr.Johannes Leimena dan ia berangkat menuju istana Bogor didampingi oleh Waperdam I Dr.Subandrio dan Waperdam II Chairul Saleh.
Di tempat yang lain, tiga orang perwira tinggi Angkatan Darat yaitu Mayor Jenderal Basuki Rachmat, Brigadi rJenderal M.Yusuf, dan Brigadir Jenderal Amir Mahmud bertemu dengan Letnan Jenderal Soeharto selaku Panglima Kostrad/Pangkopkamtib untuk meminta izin menghadap Presiden. Setelah mendapat izin, merek aberangkat menuju Bogor dan melaporkan kepada Soekarno bahwa ABRI khususnya AD sudah dalam kondisi siap siaga, namun merek ajuga meminta presiden untuk mengambil kebijakan untuk mengatasi keadaan ini.
PENGERTIAN DAN SEJARAH ORDE LAMA DI INDONESIA |
Menanggapi laporan tersebut, presiden Soekarno Surat Perintah Sebelas Maret atau yang lebih dikenal dengan nama Supersemar yang ditujukan kepada Letjen Soeharto selaku Pangkopkamtib untuk mengambil tindakan dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, dan stabilitas pemerintahan demi keutuhan NKRI.
4. Jatuhnya Kekuasaan Orde Lama
Dalam rangka menjalankan Supersemar, Soeharto menjalankan beberapa kebijakan untuk menangkap dan meruntuhkan rezim PKI dan pengikut-pengikutnya di Indonesia. Kebijakan-kebijakan tersebut mencakup :
- Pembubaran dan pelarangan PKI dan ormas-ormasnya
- Menangkap 15 orang menteri kabinet Dwikora yang dicurigai terlibat PKI
- Membersihkan DPRGR dan MPRS dari orang-orang PKI
- Pembentukan Kabinet Ampera
Kebijakan-kebijakan ini dirasa cukup untuk menanggapi Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura) yang dilancarkan untuk menjaga stabilitas Negara semenjak dilancarkannya G30S/PKI. Di dalam Kabinet Ampera itu sendiri, Soekarno medapatkan tempat selaku pimpinan. Akan tetapi, pelaksanaan kebijakan tetap dipegang oleh Presidium Kabinet yang dipimpin oleh Jend.Soeharto. akibatnya, terjadi dualisem kepemimpinan yang menjadi kondisi kurang menguntungkan mengingat stabilitas Negara yang belum normal.
Soekarno kala itu masih mempunyai imbas politik, namun kekuatannya perlahan-lahan dilemahkan. Kalangan militer kebertaan dengan kebijakan-kebijakan yang dimabil oleh Soekarno yang dirasa berpihak kea rah komunisme. Ditambah dengan mengalirnya pemberian dari Uni Soviet dan Tiongkok semakin menambha kecurigaan mereka terhadap presiden Soekarno.
Akibatnya, pada 22 februari 1967, dalam rangka untuk mengatasi konflik yang semakin memanas, presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada Jend.Soeharto. penyerahan kekuasaan ini dilengkapi dengan Pengumuman Presiden Mandataris MPRS, Panglima Tertinggi ABRI tanggal 20 februari 1967. Pengumuman tersebut dilatarbelakangi atas ketetapan MPRS No.XV/MPRS/1966 yang menyatakan apabila presiden berhalangan, maka pemegang Supersemar yang memegang jabatan presiden. Pada 4 Maret 1967, Jenderal Soeharto memperlihatkan keterangan pemerintah di hadapan sidang DPRHR mengenai terjadinya penyerahan kekuasaan. Namun, pemerintah tetap berpendirian bahwa sidang MPRS perlu dilaksanakan semoga penyerahan kekuasaan tetap konstitusional. Karena itu, diadakanlah Sidang spesial MPRS pada tanggal 7-12 Maret 1967 di Jakarta, yang akhirnya secara resmi mengangkat Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia hingga terpilihnya presiden oleh MPR hasil pemilihan umum.
Sumber http://www.ilmudasar.com