√ Cara Mencetak Anak Jenius
Konten [Tampil]
Masa kanak-kanak yaitu masa yang penting untuk perkembangan mental dan fisik ketika dewasa. Anak yang dibesarkan dengan baik tentu menjadi remaja yang baik pula. Bagaimana kalau ingin membesarkan anak menjadi seorang jenius?
Sebenarnya tidak ada resep tunggal untuk menciptakan anak menjadi jenius. Para andal dikala ini sudah tak lagi menggunakan patokan nilai IQ (Intelligence Quotient) sebagai standar kejeniusan. Bisa saja faktor lingkungan atau pengasuhan yang mendukung seseorang menjadi sukses.
Berikut yaitu beberapa cara yang sanggup dijadikan pedoman untuk mencetak anak jenius seperti:
1. Jauhi Anak dari Kebiasaan Nonton TV
Tiga puluh persen bawah umur di bawah usia 2 mempunyai televisi di kamar tidurnya. Dan 59 persen bawah umur berusia di bawah 2 tahun menonton TV dua jam sehari.
The American Academy of Pediatrics baru-baru ini mengeluarkan peringatan yang mendesak orangtua supaya tidak membiarkan bayi dan balita menonton TV. Manfaat menonton TV bagi bayi tidak diketahui, namun TV diketahui merusak keterampilan mental dan menyia-nyiakan waktu untuk perkembangan otak yang seharusnya dihabiskan dengan cara berbicara dengan orang lain.
"Bahasa penting untuk pembelajaran anak-anak, dan bahasa yang didapatkan dari televisi tidak diubahsuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak. TV tidak akan menjawab pertanyaan atau mengikuti cita-cita anak-anak, yang mana hal inilah yang menciptakan anak pintar," kata Roberta Golinkoff, pakar bahasa bayi dan rekan penulis buku 'Einstein Never Used Flashcards: How Our Children Really Learn and Why They Need to Play More and Memorize Less'.
2. Beri anak Air Susu Ibu (ASI)
Anak berusia enam tahun yang diberi ASI terus menerus ketika bayi, skor tes IQ-nya 5 persen lebih tinggi daripada anak 6 tahun yang tidak menerima ASI.
Kesimpulan ini didasarkan pada penelitian yang diikuti oleh dua kelompok ibu di Belarusia gres dan anak-anaknya. Salah satu kelompok ibu-ibu memberi ASI langsung pada bayinya, artinya tidak memberi bayi masakan lain kecuali ASI hingga satu tahun. Sedangkan kelompok lain tidak hanya memberi ASI saja dan jangka waktu pemberian ASI lebih pendek.
Hasilnya, bawah umur dalam kelompok pertama mencetak skor lebih tinggi dalam bidang membaca, menulis dan matematika.
"Hal pertama yang sanggup dilakukan seorang Ibu untuk membesarkan anak cerdas yaitu dengan cara menyusui. Manusia mempunyai persentase lemak lebih besar dibandingkan dengan susu sapi yang diperlukan untuk melindungi sel-sel otak," kata andal genetika Ricki Lewis, penulis buku 'The Forever Fix: Gene Therapy and the Boy Who Saved It'.
3. Belajar musik
Anak-anak yang memainkan piano atau alat musik gesek menerima skor keterampilan ekspresi 15 persen lebih tinggi daripada anak yang tidak memainkan alat musik.
Penelitian yang menghasilkan pernyataan ini melibatkan siswa dari area musik Boston dan sekolah umum. Usia rata-rata siswa yaitu 10 tahun dan beberapa di antaranya pernah berguru musik setidaknya selama tiga tahun. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjukkan banyaknya relasi antara musik, keterampilan bahasa dan skor IQ.
Pertanyaan yaitu apakah bawah umur yang pandai arif bermain musik, atau apakah musik yang menciptakan anak menjadi pintar? "Gagasan bahwa gen mengendalikan nasib disebut determinisme genetik. Kami menentang ilham ini sepanjang waktu," kata Lewis.
4. Belajar Mengendalikan diri atau sabar
Anak-anak yang bisa menunda kepuasan 15 kali lebih usang daripada teman-temannya dan lebih sabar menerima skor 210 poin lebih tinggi pada SAT (Scholastic Assessment Test).
Tes Penalaran SAT yaitu tes standar untuk penerimaan perguruan tinggi di Amerika Serikat. Dalam suatu penelitian, bawah umur diberitahu bahwa mereka bisa makan dua camilan bagus kalau mereka mau menunda makan camilan bagus yang pertama. Mereka yang bisa menunggu 15 menit sebelum makan camilan bagus pertama mencetak 210 poin lebih tinggi pada tes SAT nya daripada yang tidak bisa menunggu lebih dari satu menit.
"Pengendalian dorongan yaitu faktor penting dalam fungsi eksekutif. Ilmuwan kini tahu bahwa menjadi jenius tidak banyak berkaitan dengan IQ, tapi berkaitan dengan fungsi eksekutif. Kemampuan untuk beralih tugas, mengingat, dan menghambat dorongan jauh lebih berkaitan dengan kesuksesan daripada IQ," tegas Golinkoff.
5. Penuhi rumah dengan buku
Anak yang dibesarkan di sebuah rumah berisi setidaknya 500 buku mempunyai kemungkinan lulus Sekolah Menengan Atas 36 persen lebih tinggi dan 19 persen lebih mungkin lulus dari perguruan tinggi daripada anak yang dibesarkan di rumah yang hanya berisi beberapa atau bahkan tidak menyimpan buku.
Penelitian ini dipublikasikan pada 2007, ketika buku masih menjadi benda yang nyata, bukan berbentuk file ibarat sekarang. Kesimpulan ini menunjukkan bahwa kesenjangan melebar secara berlipat pada orangtua bawah umur yang buta huruf.
"Keberhasilan di sekolah bergantung tidak hanya pada kecerdasan bawaan, tapi juga membutuhkan adat yang baik. Anak-anak berguru lebih banyak dari apa yang kita lakukan daripada apa yang kita katakan. Orangtua yang suka membaca menunjukkan kepada anak-anaknya bahwa membaca yaitu kegiatan yang menarik, menyenangkan, dan bermanfaat," kata psikolog Eileen Kennedy-Moore, penulis 'Smart Parenting for Smart Kids'.
6. Hindari kegemukan pada anak
Anak gemuk menerima skor 11 persen lebih rendah pada tes membaca daripada anak dengan berat tubuh normal.
Ilmuwan di Temple University yang menyimpulkan pernyataan tersebut juga menemukan bahwa siswa sekolah menengah yang mengalami kelebihan berat tubuh mempunyai prestasi lebih rendah daripada teman-teman sebayanya yang mempunyai berat tubuh normal, serta lebih seriang tidak masuk dan terlambat tiba sekolah. Penelitian ini menghubungkan massa tubuh yang lebih besar dengan prestasi sekolah yang lebih rendah.
"Memiliki kebiasaan hanya duduk dan menonton TV atau bermain game sangat merugikan untuk anak-anak. Mereka tidak berinteraksi dan banyak hal yang menciptakan kita pandai yaitu hal yang hanya dipelajari dalam relasi interaksi sosial," kata Golinkoff.
7. Latihan aerobik meningkatkan kemampuan direktur bawah umur sebanyak 100 persen.
"Hasil terbaik diperoleh kalau melaksanakan latihan dengan anak-anak. Mendorong gaya hidup aktif yaitu salah satu hadiah terbaik yang sanggup diberikan orang renta kepada anak-anak," kata andal biologi molekuler, John Medina dalam bukunya yang berjudul 'Brain Rules for Baby'.
8. Ikut aktivitas prasekolahAnak yang mengikuti aktivitas prasekolah 52 persen lebih mungkin lulus Sekolah Menengan Atas daripada yang tidak mengikuti aktivitas prasekolah.
Penelitian yang menghasilkan pernyataan ini diikuti dua kelompok bawah umur yang kurang beruntung dari Michigan dari balita hingga berusia 40 tahun. Satu kelompok mengikuti aktivitas prasekolah 'berkualitas tinggi' untuk anak usia 3 dan 4 tyahun, sedangkan kelompok lainnya tidak pernah mengikuti aktivitas prasekolah.
Pada usia 27 tahun, kelompok prasekolah lima kali lebih banyak yang mempunyai rumah sendiri daripada kelompok non-prasekolah. Pada usia 40, kelompok non-prasekolah ditangkap atas tuduhan narkoba delapan kali lebih banyak dibandingkan alumni prasekolah, dan dua kali lebih sering melaksanakan serangan fisik.
9. Usia Ayah jangan terlalu renta dikala mempunyai anak
Anak-anak yang dilahirkan ketika ayah berumur 20 tahun menerima skor tes IQ 3 hingga 6 poin lebih tinggi daripada anak yang lahir dari ayah yang berusia dua kali lipat.
Bertambahtuanya usia ayah berafiliasi dengan peningkatan risiko gangguan perkembangan saraf ibarat autisme dan skizofrenia, serta disleksia dan berkurangnya kecerdasan. Keturunan dari ayah yang lebih renta mengalami kerusakan yang halus pada tes kemampuan neurokognitif.
"Kecenderungan modern untuk menunda mempunyai anak mungkin berdampak memprihatinkan," kata para peneliti ibarat dikutip dari jurnal PLoS Medicine dalam artikel yang berjudul 'Advanced Paternal Age Is Associated With Impaired Neurocognitive Outcomes During Infancy and Childhood' oleh S. Saha, dkk.
10. Belajar juggling atau permainan ketangkasan ibarat melempar 3 bola bergantian
Belajar juggling sanggup meningkatkan volume materi abu-abu di otak bawah umur sebanyak 3 persen.
"Struktur otak sangat ditentukan oleh gen, tetapi tidak sepenuhnya. Belajar keterampilan ibarat juggling yang mendorong kemampuan persepsi dan motorik sanggup meningkatkan 3 persen volume materi abu-abu di kawasan visual," kata peneliti Jeremy Gray dan Paul Thompson dari Universitas Yale dalam jurnal Nature Reviews Neuroscience.
Volume materi abu-abu di otak berafiliasi dengan kemampuan mental secara umum.
11. Perbanyak anak mendengar kosakata baru Anak-anak dalam keluarga peserta santunan sosial mendengar kata-kata hampir empat kali lebih sedikit per tahunnya daripada bawah umur dari keluarga kelas profesional.
Para peneliti mengungkapkan bahwa semakin banyak kata-kata yang didengar, semakin besar kosakata dan semakin tinggi prestasi akademik. Peneliti juga mengungkapkan bahwa bawah umur dalam keluarga peserta santunan sosial mendengar sekitar 3 juta kata per tahun, sementara bawah umur dalam keluarga kelas pekerja mendengar 6 juta kata dan bawah umur di keluarga kelas profesional mendengar 11 juta kata per tahun.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Todd R. Risley and Betty Hart dalam bukunya 'Meaningful Differences in the Everyday Experience of Young American Children', bawah umur peserta dana santunan sosial hanya mengetahui 500 kata pada usia 3 tahun, dibandingkan dengan 750 kata dan 1.100 kata pada kelompok lain.
12. Belajar bahasa absurd
Anak-anak yang mempelajari bahasa absurd selama dua tahun menerima skor SAT 14 persen lebih tinggi daripada bawah umur yang tidak pernah mempelajari bahasa asing.
Belajar bahasa absurd selama satu tahun berkaitan dengan skor SAT yang sedikit lebih tinggi, tetapi berguru bahasa absurd selama dua tahun menghasilkan kenaikan skor SAT sebanyak 14 dan 13 persen pada bab tes ekspresi dan matematika dibandingkan siswa yang belum pernah mempelajari bahasa asing. Setiap penambahan satu tahun berguru bahasa absurd menghasilkan kenaikan skor lebih banyak.
"Nilai ekspresi siswa yang mempelajari bahasa absurd selama empat atau lima tahun lebih tinggi daripada skor ekspresi siswa yang mempelajari pelajaran lain selama empat atau lima tahun," tulis para Thomas C. Cooper pada artikelnya yang berjudul 'Foreign-Language Study and SAT-Verbal Scores' dalam Modern Language Journal.
13. Batasi permainan game komputer atau video game
Siswa yang menghabiskan lebih dari dua jam sehari bermain komputer dan video game menerima skor ujian sekolah 9,4 persen lebih rendah daripada siswa yang tidak lagi memainkan game semacam itu.
Efek elektronik permainan terhadap prestasi memicu perdebatan akademis yang intens. Sebuah kajian yang dilakukan pada siswa di Inggris membandingkan hasil tes para gamer dengan bukan gamer.
"Tidak ada satu relasi positif signifikan yang ditemukan antara frekuensi game dan kinerja akademik. Bermain videogame berlebihan sanggup mengganggu sekolah ibarat halnya kegiatan lain yang dilakukan berlebihan semisal membaca untuk kesenangan, bermain di luar, tidur, atau berinteraksi langsung dengan sahabat dan keluarga," tulis peneliti Barry Ip, dkk lewat artikel berjudul 'Gaming Frequency and Academic Performance' yang dimuat dalam Australasian Journal of Educational Technology.
14. Hindari paparan pestisida dikala hamil
Anak-anak dari ibu yang terkena pestisida dikala hamil mempunyai nilai IQ 1,4 persen lebih rendah daripada bawah umur yang ibunya tidak terkena pestisida.
Ilmuwan dari Universitas Columbia mempelajari anak berusia 7 tahun dan ibunya. Para imuwan menemukan relasi langsung antara paparan pestisida pertanian sebelum kelehiran dengan IQ yang rendah.
Dampak negatif dari paparan pestisida bahkan lebih besar pada kerja ingatan, salah satu elemen dari keterampilan penting yang disebut 'fungsi eksekutif'. Paparan kimia berupa komponen tak terlihat di udara yang dihirup sanggup menurunkan kecerdasan anak.
Dipostingkan oleh : Nur Salim
Sumber :Detikhealth
Sebenarnya tidak ada resep tunggal untuk menciptakan anak menjadi jenius. Para andal dikala ini sudah tak lagi menggunakan patokan nilai IQ (Intelligence Quotient) sebagai standar kejeniusan. Bisa saja faktor lingkungan atau pengasuhan yang mendukung seseorang menjadi sukses.
Berikut yaitu beberapa cara yang sanggup dijadikan pedoman untuk mencetak anak jenius seperti:
1. Jauhi Anak dari Kebiasaan Nonton TV
Tiga puluh persen bawah umur di bawah usia 2 mempunyai televisi di kamar tidurnya. Dan 59 persen bawah umur berusia di bawah 2 tahun menonton TV dua jam sehari.
The American Academy of Pediatrics baru-baru ini mengeluarkan peringatan yang mendesak orangtua supaya tidak membiarkan bayi dan balita menonton TV. Manfaat menonton TV bagi bayi tidak diketahui, namun TV diketahui merusak keterampilan mental dan menyia-nyiakan waktu untuk perkembangan otak yang seharusnya dihabiskan dengan cara berbicara dengan orang lain.
"Bahasa penting untuk pembelajaran anak-anak, dan bahasa yang didapatkan dari televisi tidak diubahsuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak. TV tidak akan menjawab pertanyaan atau mengikuti cita-cita anak-anak, yang mana hal inilah yang menciptakan anak pintar," kata Roberta Golinkoff, pakar bahasa bayi dan rekan penulis buku 'Einstein Never Used Flashcards: How Our Children Really Learn and Why They Need to Play More and Memorize Less'.
2. Beri anak Air Susu Ibu (ASI)
Anak berusia enam tahun yang diberi ASI terus menerus ketika bayi, skor tes IQ-nya 5 persen lebih tinggi daripada anak 6 tahun yang tidak menerima ASI.
Kesimpulan ini didasarkan pada penelitian yang diikuti oleh dua kelompok ibu di Belarusia gres dan anak-anaknya. Salah satu kelompok ibu-ibu memberi ASI langsung pada bayinya, artinya tidak memberi bayi masakan lain kecuali ASI hingga satu tahun. Sedangkan kelompok lain tidak hanya memberi ASI saja dan jangka waktu pemberian ASI lebih pendek.
Hasilnya, bawah umur dalam kelompok pertama mencetak skor lebih tinggi dalam bidang membaca, menulis dan matematika.
"Hal pertama yang sanggup dilakukan seorang Ibu untuk membesarkan anak cerdas yaitu dengan cara menyusui. Manusia mempunyai persentase lemak lebih besar dibandingkan dengan susu sapi yang diperlukan untuk melindungi sel-sel otak," kata andal genetika Ricki Lewis, penulis buku 'The Forever Fix: Gene Therapy and the Boy Who Saved It'.
3. Belajar musik
Anak-anak yang memainkan piano atau alat musik gesek menerima skor keterampilan ekspresi 15 persen lebih tinggi daripada anak yang tidak memainkan alat musik.
Penelitian yang menghasilkan pernyataan ini melibatkan siswa dari area musik Boston dan sekolah umum. Usia rata-rata siswa yaitu 10 tahun dan beberapa di antaranya pernah berguru musik setidaknya selama tiga tahun. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjukkan banyaknya relasi antara musik, keterampilan bahasa dan skor IQ.
Pertanyaan yaitu apakah bawah umur yang pandai arif bermain musik, atau apakah musik yang menciptakan anak menjadi pintar? "Gagasan bahwa gen mengendalikan nasib disebut determinisme genetik. Kami menentang ilham ini sepanjang waktu," kata Lewis.
4. Belajar Mengendalikan diri atau sabar
Anak-anak yang bisa menunda kepuasan 15 kali lebih usang daripada teman-temannya dan lebih sabar menerima skor 210 poin lebih tinggi pada SAT (Scholastic Assessment Test).
Tes Penalaran SAT yaitu tes standar untuk penerimaan perguruan tinggi di Amerika Serikat. Dalam suatu penelitian, bawah umur diberitahu bahwa mereka bisa makan dua camilan bagus kalau mereka mau menunda makan camilan bagus yang pertama. Mereka yang bisa menunggu 15 menit sebelum makan camilan bagus pertama mencetak 210 poin lebih tinggi pada tes SAT nya daripada yang tidak bisa menunggu lebih dari satu menit.
"Pengendalian dorongan yaitu faktor penting dalam fungsi eksekutif. Ilmuwan kini tahu bahwa menjadi jenius tidak banyak berkaitan dengan IQ, tapi berkaitan dengan fungsi eksekutif. Kemampuan untuk beralih tugas, mengingat, dan menghambat dorongan jauh lebih berkaitan dengan kesuksesan daripada IQ," tegas Golinkoff.
5. Penuhi rumah dengan buku
Anak yang dibesarkan di sebuah rumah berisi setidaknya 500 buku mempunyai kemungkinan lulus Sekolah Menengan Atas 36 persen lebih tinggi dan 19 persen lebih mungkin lulus dari perguruan tinggi daripada anak yang dibesarkan di rumah yang hanya berisi beberapa atau bahkan tidak menyimpan buku.
Penelitian ini dipublikasikan pada 2007, ketika buku masih menjadi benda yang nyata, bukan berbentuk file ibarat sekarang. Kesimpulan ini menunjukkan bahwa kesenjangan melebar secara berlipat pada orangtua bawah umur yang buta huruf.
"Keberhasilan di sekolah bergantung tidak hanya pada kecerdasan bawaan, tapi juga membutuhkan adat yang baik. Anak-anak berguru lebih banyak dari apa yang kita lakukan daripada apa yang kita katakan. Orangtua yang suka membaca menunjukkan kepada anak-anaknya bahwa membaca yaitu kegiatan yang menarik, menyenangkan, dan bermanfaat," kata psikolog Eileen Kennedy-Moore, penulis 'Smart Parenting for Smart Kids'.
6. Hindari kegemukan pada anak
Anak gemuk menerima skor 11 persen lebih rendah pada tes membaca daripada anak dengan berat tubuh normal.
Ilmuwan di Temple University yang menyimpulkan pernyataan tersebut juga menemukan bahwa siswa sekolah menengah yang mengalami kelebihan berat tubuh mempunyai prestasi lebih rendah daripada teman-teman sebayanya yang mempunyai berat tubuh normal, serta lebih seriang tidak masuk dan terlambat tiba sekolah. Penelitian ini menghubungkan massa tubuh yang lebih besar dengan prestasi sekolah yang lebih rendah.
"Memiliki kebiasaan hanya duduk dan menonton TV atau bermain game sangat merugikan untuk anak-anak. Mereka tidak berinteraksi dan banyak hal yang menciptakan kita pandai yaitu hal yang hanya dipelajari dalam relasi interaksi sosial," kata Golinkoff.
7. Latihan aerobik meningkatkan kemampuan direktur bawah umur sebanyak 100 persen.
"Hasil terbaik diperoleh kalau melaksanakan latihan dengan anak-anak. Mendorong gaya hidup aktif yaitu salah satu hadiah terbaik yang sanggup diberikan orang renta kepada anak-anak," kata andal biologi molekuler, John Medina dalam bukunya yang berjudul 'Brain Rules for Baby'.
8. Ikut aktivitas prasekolahAnak yang mengikuti aktivitas prasekolah 52 persen lebih mungkin lulus Sekolah Menengan Atas daripada yang tidak mengikuti aktivitas prasekolah.
Penelitian yang menghasilkan pernyataan ini diikuti dua kelompok bawah umur yang kurang beruntung dari Michigan dari balita hingga berusia 40 tahun. Satu kelompok mengikuti aktivitas prasekolah 'berkualitas tinggi' untuk anak usia 3 dan 4 tyahun, sedangkan kelompok lainnya tidak pernah mengikuti aktivitas prasekolah.
Pada usia 27 tahun, kelompok prasekolah lima kali lebih banyak yang mempunyai rumah sendiri daripada kelompok non-prasekolah. Pada usia 40, kelompok non-prasekolah ditangkap atas tuduhan narkoba delapan kali lebih banyak dibandingkan alumni prasekolah, dan dua kali lebih sering melaksanakan serangan fisik.
9. Usia Ayah jangan terlalu renta dikala mempunyai anak
Anak-anak yang dilahirkan ketika ayah berumur 20 tahun menerima skor tes IQ 3 hingga 6 poin lebih tinggi daripada anak yang lahir dari ayah yang berusia dua kali lipat.
Bertambahtuanya usia ayah berafiliasi dengan peningkatan risiko gangguan perkembangan saraf ibarat autisme dan skizofrenia, serta disleksia dan berkurangnya kecerdasan. Keturunan dari ayah yang lebih renta mengalami kerusakan yang halus pada tes kemampuan neurokognitif.
"Kecenderungan modern untuk menunda mempunyai anak mungkin berdampak memprihatinkan," kata para peneliti ibarat dikutip dari jurnal PLoS Medicine dalam artikel yang berjudul 'Advanced Paternal Age Is Associated With Impaired Neurocognitive Outcomes During Infancy and Childhood' oleh S. Saha, dkk.
10. Belajar juggling atau permainan ketangkasan ibarat melempar 3 bola bergantian
Belajar juggling sanggup meningkatkan volume materi abu-abu di otak bawah umur sebanyak 3 persen.
"Struktur otak sangat ditentukan oleh gen, tetapi tidak sepenuhnya. Belajar keterampilan ibarat juggling yang mendorong kemampuan persepsi dan motorik sanggup meningkatkan 3 persen volume materi abu-abu di kawasan visual," kata peneliti Jeremy Gray dan Paul Thompson dari Universitas Yale dalam jurnal Nature Reviews Neuroscience.
Volume materi abu-abu di otak berafiliasi dengan kemampuan mental secara umum.
11. Perbanyak anak mendengar kosakata baru Anak-anak dalam keluarga peserta santunan sosial mendengar kata-kata hampir empat kali lebih sedikit per tahunnya daripada bawah umur dari keluarga kelas profesional.
Para peneliti mengungkapkan bahwa semakin banyak kata-kata yang didengar, semakin besar kosakata dan semakin tinggi prestasi akademik. Peneliti juga mengungkapkan bahwa bawah umur dalam keluarga peserta santunan sosial mendengar sekitar 3 juta kata per tahun, sementara bawah umur dalam keluarga kelas pekerja mendengar 6 juta kata dan bawah umur di keluarga kelas profesional mendengar 11 juta kata per tahun.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Todd R. Risley and Betty Hart dalam bukunya 'Meaningful Differences in the Everyday Experience of Young American Children', bawah umur peserta dana santunan sosial hanya mengetahui 500 kata pada usia 3 tahun, dibandingkan dengan 750 kata dan 1.100 kata pada kelompok lain.
12. Belajar bahasa absurd
Anak-anak yang mempelajari bahasa absurd selama dua tahun menerima skor SAT 14 persen lebih tinggi daripada bawah umur yang tidak pernah mempelajari bahasa asing.
Belajar bahasa absurd selama satu tahun berkaitan dengan skor SAT yang sedikit lebih tinggi, tetapi berguru bahasa absurd selama dua tahun menghasilkan kenaikan skor SAT sebanyak 14 dan 13 persen pada bab tes ekspresi dan matematika dibandingkan siswa yang belum pernah mempelajari bahasa asing. Setiap penambahan satu tahun berguru bahasa absurd menghasilkan kenaikan skor lebih banyak.
"Nilai ekspresi siswa yang mempelajari bahasa absurd selama empat atau lima tahun lebih tinggi daripada skor ekspresi siswa yang mempelajari pelajaran lain selama empat atau lima tahun," tulis para Thomas C. Cooper pada artikelnya yang berjudul 'Foreign-Language Study and SAT-Verbal Scores' dalam Modern Language Journal.
13. Batasi permainan game komputer atau video game
Siswa yang menghabiskan lebih dari dua jam sehari bermain komputer dan video game menerima skor ujian sekolah 9,4 persen lebih rendah daripada siswa yang tidak lagi memainkan game semacam itu.
Efek elektronik permainan terhadap prestasi memicu perdebatan akademis yang intens. Sebuah kajian yang dilakukan pada siswa di Inggris membandingkan hasil tes para gamer dengan bukan gamer.
"Tidak ada satu relasi positif signifikan yang ditemukan antara frekuensi game dan kinerja akademik. Bermain videogame berlebihan sanggup mengganggu sekolah ibarat halnya kegiatan lain yang dilakukan berlebihan semisal membaca untuk kesenangan, bermain di luar, tidur, atau berinteraksi langsung dengan sahabat dan keluarga," tulis peneliti Barry Ip, dkk lewat artikel berjudul 'Gaming Frequency and Academic Performance' yang dimuat dalam Australasian Journal of Educational Technology.
14. Hindari paparan pestisida dikala hamil
Anak-anak dari ibu yang terkena pestisida dikala hamil mempunyai nilai IQ 1,4 persen lebih rendah daripada bawah umur yang ibunya tidak terkena pestisida.
Ilmuwan dari Universitas Columbia mempelajari anak berusia 7 tahun dan ibunya. Para imuwan menemukan relasi langsung antara paparan pestisida pertanian sebelum kelehiran dengan IQ yang rendah.
Dampak negatif dari paparan pestisida bahkan lebih besar pada kerja ingatan, salah satu elemen dari keterampilan penting yang disebut 'fungsi eksekutif'. Paparan kimia berupa komponen tak terlihat di udara yang dihirup sanggup menurunkan kecerdasan anak.
Dipostingkan oleh : Nur Salim
Sumber :Detikhealth
Sumber http://mtsmafaljpr.blogspot.com