√ Pola Novel Sampaumur Mimpi Anak Kaki Gunung
Konten [Tampil]
MIMPI ANAK KAKI GUNUNG
Karya : Mike Azminatul Khayatika, S.Pd
Angin lembah bersiul merdu, berlari menuju dataran tinggi. Mengetuk setiap pintu rumah supaya sanggup merasakan kesegaran udara pegunungan yang sangat sejuk untuk dirasakan. Udara pagi yang masih perawan, belum terjamak oleh polusi udara kendaraan yang mengkontaminasi udara.
Aroma pedesaan menempel kental di sekeliling lingkungan yang amat sederhana. Suasana natural masih tampak terang di pandangan mata. Sekilas gesekan hijau mewarnai setiap tempat.
Krekkeeettt… bunyi jendela kuno yang usang berbunyi. Dibuka jendela itu secara perlahan oleh Tukijah. Seketika sorotan sinar sang surya eksklusif menyambar dua bola matanya. Sekejap Tukijah menciutkan matanya dan mengalihkan pandangannya ke arah perbukitan.
Terbesit di benaknya perihal suatu hal yang dia pikirkan tadi malam. Ingin rasanya Tukijah melanjutkan sekolah sampai pendidikan tinggi. Keinginannya semakin berderu kencang seperti memaksa supaya hasratnya sanggup terwujud, tapi Tukijah menyadari keadaan yang sesungguhnya.
Melihat dan berfikir secara realita, hatinya semakin mengerdil. Rasanya semua ini telah mematahkan mimpinya untuk menjadi seorang dokter. Tukijah mencoba untuk tegar dalam menghadapi kenyataan hidupnya yang pahit.
“Aku sadar diri, saya mengerti kalau saya hanya orang gunung, orang desa yang punya mimpi dan angan-angan terlalu tinggi, tapi tidak menyadari jikalau saya anak orang yang tak punya harta lebih. Kehidupanku sangat pas-pasan. Adikku masih banyak. Mereka juga butuh biaya untuk meneruskan sekolah, sedangkan saya lulus Sekolah Menengan Atas saja sudah cukup bersyukur. Aku nda boleh egois,” ucapnya dalam benak. Tiba-tiba air matanya menetes jatuh di tangan mungilnya.
Sejenak Tukijah berlarut dalam alunan sendu yang bergejolak di dalam batinnya. Rasa bimbang itu timbul saat mengingat kenyataan yang dialaminya itu. “Oh Tuhan, apa yang harus kulakukan untuk menghadapi semua ini? Haruskah kusimpan dalam-dalam perihal mimpiku ini? Aku sadar kondisi ekonomi keluargaku ini,” ujar Tukijah dalam batinnya.
***
Seperti hari-hari sebelumnya, Tukijah selalu membantu kedua orang tuanya. Sebelum berangkat sekolah, Tukijah mengantarkan sayur-sayur ke pasar untuk dijual ibunya. Tukijah menggayuh pedal sepeda dengan semangat menuju pasar kawasan ibunya berjualan.
Jarak dari rumah ke Pasar cukup jauh. Namun, dia tetap menanamkan rasa semangat juang yang tinggi hingga mengalahkan rasa lelah yang mengikat berpengaruh di tubuhnya. Keringat mengalir deras setiap gayuhan sepeda saat menanjaki jalan. Baju seragam putih abu-abu yang dikenakannya itu sampai berair oleh keringat.
Tak ada rasa aib dan mengeluh. Tukijah tetap optimis demi mimpi dan masa depannya kelak walaupun mimpi itu hanya semu, tapi Tukijah yakin akan ada kekuatan doa dan semnagt yang akan mengalahkan segalanya. Dia tak peduli kelelahan saat mengikuti pelajaran di kelas lantaran raganya mulai lemah dan energinya mulai menipis sehabis menggayuh sepeda sepanjang 10 km dan melanjutkan perjalanan menuju sekolah.
Tukijah tergolong murid yang berprestasi. Sudah banyak sekali jenis lomba diikutinya dan meraih juara. Salah satu murid pujian guru-guru di sekolah itu alasannya ialah sudah membawa nama baik sekolah dan meningkatkan image sekolah.
Berbagai lomba yang diikutinya salah satunya yaitu lomba Olimpiade Sains Fisika tingkat Profinsi dan meraih juara satu. Tukijah merupakan siswi yang diikutsertakan dalam lomba olimpiade tersebut untuk mewakili sekolahnya tersebut.
Hadiah dari jerih payahnya tersebut ditabung untuk mewujudkan mimpinya untuk melanjutkan sekolah di akademi tinggi, jurusan ilmu kedokteran. Namun, Tukijah menyadari bahwa jumlah uang yang terkumpul tersebut hanyalah beberapa nominalnya tidak sebanding dengan biaya masuk kedokteran yang jumlahnya cukup b0mastis.
Sesuatu yang dialami oleh Tukijah, tidak menyurutkan niat dan mimpinya itu untuk menjadi seorang dokter. Tak kenal lelah dia terus berdoa, belajar, dan terus berusaha supaya pada balasannya ada kejutan yang tak terduga dari Tuhan.
***
Bel istirahat berbunyi keras hingga terdengar hingga di ruang kelas yang letaknya cukup jauh dari kawasan bel itu berbunyi yaitu di kelas XII IPA.1. Suara itu seketika menciptakan isi ruangan menjadi gaduh. Murid-murid yang telah usang menantikan bunyi bel tersebut balasannya terdengar juga.
“Baiklah, pelajaran hari ini hingga pada bahan bioteknologi. Pertemuan berikutnya elangan harian untuk bahan ini dan dilanjutkan membahasa pada pecahan Genetika. Siapkan diri Anda untuk pertemuan berikutnya. Selamat istirahat. s3kes selalu untuk Anda,” ujar pak Kholik selaku guru Biologi favoritku.
“Siap pak...,” serempak murid-murid merspon perkataan pak Kholik.
Susi teman sekelas yang sangat baik pada Tukijah, duduk di samping Tukijah. Tiba-tiba Susi menepuk bahunya hingga membuatnya tersentak kaget.
“Dorrrr.....”
“Duh, ada apa Susi hingga kau membuatku kaget menyerupai ini? Kebiasaan kau kalau mau ngajak ngobrol niscaya menyerupai itu. Heheee.. lama-lama saya sanggup jantungan nih lantaran dibentuk kaget olehmu,” ujar Tukijah dengan verbal kaget.
“Hahaahaa... nda segitunya kali.. heeee saya Cuma mau bikin kejutan saja. Tadi saya nda sengaja bertemu pak Kepsek. Lalu dia menyampaikan sesuatu padaku,” ujar Susi.
“Kamu itu sanggup saja membela diri. Apanya yang bikin kejutan? Kamu bikin saya ingin tau deh heee,” ujar Tukijah semakin penasaran.
“Sebenarnya saya juga kurang paham maksud pak Kepsek tadi,” jawab Susi.
“Ini maksudnya apa sih Sus? Aku jadi galau sendiri. Memangnya tadi pak Kepsek berkata apa saja? Kenapa hingga kau dongeng ke aku?” Sahut Tukijah.
“Pokoknya pada dasarnya kau sanggup kesempatan buat melanjutkan sekolah ke Perguruan Tinggi,” ujar Susi dengan senangnya sambil merangkul sahabatnya itu.
“Wah, serius kamu, Sus?? Eh, tapi tunggu jangan senang dulu. Sepertinya kesempatan itu tidak berpihak padaku. Aku orang nda punya, nda punya biaya banyak buat meneruskan ke Perguruan Tinggi,” ujar Tukijah dengan verbal kecewa. Rasa senangnya tertumpuk oleh pikiran yang menyedihkan.
“Sstttt... Tukijah, kok kau jadi pesimis gitu. Sikap itu bukan menyerupai Tukijah yang saya kenal selama ini. Tukijah yang kukenal ialah cukup umur yang semangat, rajin, pintar, dan punya jiwa opotimis tinggi kok kini jadi layu begitu. Ayo bangkit! Ayolah biar lebih terang kita menghadap pak Kepsek!”, ujar Susi memberi semangat pada teman yang disayanginya.
“Ya Susi, tapi...tapi... kau tahu sendiri kan kondisi ekonomi keluargaku menyerupai apa. Kamu sanggup berkata demikian lantaran kau tak pernah mengalami keadaan sepertiku ini. Jangan hingga itu terjadi pada masa depan kita kelak. Kamu serba punya, orang renta kau berada”, ungkap Tukijah dengan menitihkan air mata.
“Loh, Loh, kok jadi melankolis gini yah. Sekarang tatap masa depan kamu. Adakalanya kita memandang ke atas untuk meraih mimpi dan impian kita. Aku banyak berguru dari kehidupanmu, Jah. Aku mau tolong-menolong denganmu menjadi seorang dokter. Kamu punya banyak kelebihan. Coba berfikir lebih dalam lagi, kau itu pandai, berprestasi, rajin dan pantang menyerah. Jadi, kau pantas mendapatkan mimpimu itu. Seperti lagunya Maher Zein Insya Allah ada jalan... hehe.. percayalah, jikalau ada kemauan niscaya ada jalan. Ayok kita bangun dan berlari tuk mengejar mimpi kita supaya kita sanggup meraihnya,” kata Susi untuk menengkan dan memberi motivasi pada Tukijah.
“Tuhan, terima kasih. Engkau telah menganugerahkan seorang teman yang selalu setia menemaniku dalam suka maupun duka. Makasih sobat. Aku besar hati denganmu,” ujar ujar Tukijah memberi senyum manis untuk teman yang duduk di sampingnya.
“Ya sama-sama sobat. Itulah gunanya sahabat. Saling mengisi dan mengembangkan untuk melengkapi satu sama lain. Jadi, husap air matamu. Nanti cantiknya jadi luntur lagi. Hahaha.. kini ayo kita bergegas menuju ruang Kepsek sebelum bel masuk berbunyi. Masih ada waktu kok” kata susi. Dia memberikat saputangan untuk mengusap air mata sahabatnya yang membasahi pipi.
“Hehehe.. makasih. Kamu sanggup ja mencairkan suasana. Ayok!”, kata tukijah dengan wajah sumringah. Digandengkanya tangan teman yang telah memberi warna dalam hidupnya.
***
Dua teman sejoli itu memantapkan langkah kakinya menuju ruang Kepsek. Dengan hati yang cemas, terliwat raut wajah yang sedikit tegang, tak terlihat sedikit senyum manis yang merekah dari bibir Tukijah. Tampak sedikit grogi dan perasaannya semakin berdebar katika langkah kakinya semakin mendekati pintu masuk ruang Kepsek.
“Selamat siang pak...”, ujar Susi dan Tukijah.
“Siang. Ya Susi dan Tukijah silahkan masuk. Ada yang ingin bapak sampaikan pada Tukijah”, sahut Pak Kepsek.
“Terima kasih Pak. Apa yang ingin bapak sampaikan kepada saya? Tadi Susi bilang pada saya kalau saya disuru menghadap Bapak”, ujar Tukijah dengan sedikit grogi.
“Ya benar. Begini Tukijah, Kamu siswi yang sangat berprestasi di sekolah ini dan membawa nama harum sekolah kita. Banyak perlombaan yang telah Anda juarai. Bapak salut dan besar hati denganmu. Jika Bapak melihat potensi yang kau miliki sangat baik, rasanya sayang jikalau kau tidak melanjutkan ke pendidikan tinggi. Ada rencana apa selanjutnya sehabis Anda lulus dari SMA?”, ujar pak Kepsek menjelaskan maksud yang ingin disampaikan.
“Rencana Saya sendiri ingin melanjutkan kuliah kedokteran, tapi Saya sadar diri pak. Saya orang nda punya. Orang renta saya hanya cukup membiayaiku hingga Sekolah Menengan Atas lantaran masih ada adik Saya yang akan melanjutkan sekolah. Biar semuanya rata mengenyam pendidikan setidaknya hingga Sekolah Menengan Atas itu sudah sangat bersyukur menyerupai yang dikatakan orangtuaku, pak. Saya lulus Sekolah Menengan Atas saja sudah syukur Alhamdulillah pak”, jawab Tukijah dengan menundukkan kepala. Mencoba untuk tegar menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Pak Kepsek.
“Saya sangat mengerti perasaan Anda. Saya besar hati mempunyai penerima didik yang berbakti pada orang renta dan mempunyai rasa semangat juang yang tinggi. Kamu pantas menerima kesempatan memperoleh beasiswa untuk melanjutkan sekolah”, kata Pak Kepsek memberi rasa Simpati.
“Ma’af, serius Pak?? Maksud Bapak, Saya mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan ke akademi tinggi?”, kata Tukijah dengan verbal besar hati sekaligus ingin tau bercampur terkejut.
“”Ya Tukijah. Selamat buatmu. Ada suatu Perguruan Tinggi Negeri yang menyeleksi Siswa-Siswi yang berprestasi untuk memperoleh beasiswa untuk menempuh pendidikan di kampus tersebut”, ujar Pak Kepsek.
“Wah, Alhamdulillah Gusti Allah... ini kuasa Allah. Maha besar Allah mengabulkan apa yang umat-Nya harapkan. Terima kasih pak atas motovasi dan pemberian yang selama ini bapak berikan pada kami. Bagaimana dengan jurusan yang akan saya pilih?”, ujar Tukijah.
“Ya sama-sama Nak. Ada dua pilihan kegiatan studi yaitu ilmu kedokteran dan Teknik Atom. Anda tahu kenapa Anda yang lolos verifikasi?”, tanya Pak Kepsek dengan wajah gembira dan bening.
“Alhamdulillah pak, kebetulan sekali pilah itu ada yang Saya harapkan dan mimpikan selama ini. Saya ingin mewujudkan mimpi Saya untuk menjadi seorang dokter. Jadi, saya menentukan jurusan kedokteran. Apakah Bapak menyetujui pilihanku? Menurut Bapak bagaimana yang terbaik? Saya juga heran kenapa hanya saya yang lolos Verivikasi??”, ujar Tukijah.
“Kalau Saya pribadi, semua keputusan ada di tanganmu dan aba-aba kedua orang tuamu, lantaran Saya hanya seorang guru sekaligus kepala sekolah yang memegang peranan penting dalam melancarkan tujuan pembelajaran di dunia pendidikan. Berdasarkan pertimbangan Bapak dan Ibu guru tetapkan bahwa Tukijah yang diajukan lantaran kau menjuarai lomba Olimpiade Sains Fisika tingkat Provinsi. Itu ada poin plus tersendiri. Setelah dipertimbangkan, pihak Perguruan Tinggi Negeri yang memperlihatkan kesempatan kegiatan beasiswa pada sekolah kami telam menyetujuinya. Jadi, kau berhak mendapatkan hadiah ini, Tukijah. Sekali lagi Bapak memberikan ucapan selamat untukmu”, ujar Pak Kepsek memberi senyum pada Tukijah dan Susi yang duduk berdampingan di depan meja kerja Pak Kepsek.
“Orang renta Saya niscaya senang mendengar kabar senang ini. Bapak dan ibu saya sudah tahu dan paham apa yang saya mimpikan untuk menjadi seorang dokter. Pak, sungguh saya sedikit kaget, heran dan bercampur bahagia. Ini jawaban atas do’aku selama ini. Tadinya saya berfikir kalau saya tak sanggup meraih mimpiku, tapi kini Allah memberi jalan itu untuk saya menuju gerbang kesuksesan”, ujar Tukijah sambil menitihkan air mata bahagia. Tak kuasa menahan rasa haru di hatinya.
“Tukijah, Aku sebagai sahabatmu ikut senang melihatmu senang lantaran sanggup kesempatan melanjutkan ke pendidikan tinggi. Impian yang selama ini kau ceritakan, kau banggakan, kadang kau terbelenggu lantaran mimpimu itu. Akhirnya semua itu berbuah manis lantaran perjuanganmu yang pantang menyerah. Selamat yah kawan, mimpimu sudah ada di depan mata”, sahut Susi memberi ucapan selamat pada Sahabat yang disayanginya.
“Ya Susi, Terima kasih sobat. Engkau yang selalu ada saat saya suka dan duka”, jawab Tukijah.
Hati Tukijah sangat berbunga-bungan. Tak sabar ingin memberitahukan kepada kedua orang renta dan adik-adiknya untuk ikut merasakan kebahagiaan yang dirasakannya. Suatu titik terang untuk menggapai cita-cita. Semangatnya semakin berkobar untuk menuntaskan sekolahnya di dingklik SMA.
Langkah kakinya semakin yakin untuk berjalan dan berlari mengarungi perjalanan hidupnya. Akhirnya apa yang dia harapkan, Allah beri dengan cara yang sungguh mengesankankan. Allah memberi suatu kejutan yang sangat berharga di tengah-tengah situasi hati yang tak tahu kelanjutannya. Lulus dari SMA, Allah memberi kesempatan pada Tukijah untuk melanjutkan kuliah Jurusan Kedokteran di suatu Perguruan Tinggi Negeri melalui kegiatan beasiswa berprestasi.
SELESAI
Sumber http://web-bahasaindonesia.blogspot.com