Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

√ Taktik Pengendalian Opt Sayuran Di Isu Terkini Hujan


Kabartani.comOrganisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) merupakan resiko yang harus dihadapi dan diperhitungkan dalam setiap perjuangan budidaya tumbuhan hortikultura untuk mempertahankan produksi dan mutu hasil pada taraf tinggi. Resiko ini sanggup terjadi sebagai konsekuensi dari setiap perubahan ekosistem baik akhir perkembangan teknologi budidaya maupun alasannya perubahan musim.





Indonesia dengan tipe iklim umumnya Pola Monsun, adalah contoh iklim yang terang antara periode musim hujan yang terjadi antara bulan Oktober – Maret dan musim kemarau yang terjadi antara bulan April – September. Karunia contoh iklim ini apabila sanggup dikelola dengan baik akan memberi peluang bagi petani untuk menanam sayuran sepanjang tahun, sehingga ketersediaan sayuran sanggup memenuhi kebutuhan konsumen setiap tahunnya.





Namun demikian, perbedaan ekspresi dominan selain kuat terhadap pertumbuhan tanaman, juga menguntungkan bagi perkembangan OPT yang apabila tidak dilakukan pengamatan secara bersiklus dengan pendekatan Pengendalian Hama Terpadu (PHT), keberadaan populasi OPT sewaktu-waktu sanggup meningkatkan sehingga menimbulkan kerusakan berat pada tumbuhan dan menimbulkan kerugian bagi petani.





Oleh alasannya itu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas, petani dan stakeholder untuk Pengelolaan OPT Sayuran dalam rangka mengantisipasi perubahan ekspresi dominan sangat diperlukan.





OPT di Musim Hujan





Kondisi iklim berair di ekspresi dominan hujan akan kuat jelek terhadap pertumbuhan dan produktivitas tumbuhan sayuran utama menyerupai cabe merah, bawang merah, kentang, tomat dan kubis, serta memicu terjadinya serangan OPT dari golongan cendawan dan bakteri. Beberapa OPT tersebut antara lain, yaitu:





 merupakan resiko yang harus dihadapi dan diperhitungkan dalam setiap perjuangan budidaya tanam √ Strategi Pengendalian OPT Sayuran di Musim Hujan




Cabai Merah: penyakit patek/antraknosa (Colletotrichum solani, C. gloeosporioides), bacin buah (Alternarian solani), layu Fusarium (Fusarium oxysporum), bercak daun (Cercospora capsici).





 merupakan resiko yang harus dihadapi dan diperhitungkan dalam setiap perjuangan budidaya tanam √ Strategi Pengendalian OPT Sayuran di Musim Hujan




Bawang merah: penyakit otomatis/antraknosa (C. gloeosporioides, moler/inul/layu Fusarium (F. oxysporum), bercak ungu/trotol (Alternaria porii).





 merupakan resiko yang harus dihadapi dan diperhitungkan dalam setiap perjuangan budidaya tanam √ Strategi Pengendalian OPT Sayuran di Musim Hujan




Kentang: penyakit bacin daun/hawar daun (Phytophthora infestans), layu kuman (Raistonia solanacearum) dan Nematoda Sista Kuning (Globodera rostochiensis). Simak juga : Cara Mengatasi Penyakit HAWAR DAUN pada Budidaya Kentang di Musim Hujan





 merupakan resiko yang harus dihadapi dan diperhitungkan dalam setiap perjuangan budidaya tanam √ Strategi Pengendalian OPT Sayuran di Musim Hujan




Tomat: penyakit bacin daun/hawar daun (Phytophthora infestans), layu kuman (Raistonia solanacearum).





Langkah Pengendalian OPT





Untuk pengamanan produksi sayuran dari serangan OPT di ekspresi dominan hujan (MH), direkomendasikan strategi/langkah-langkah budidaya yang baik, antara lain sebagai berikut:





A. Pengelolaan budidaya pada areal yang sudah ada tumbuhan di lapangan





1. Melakukan sanitasi lingkungan dengan cara mengumpulkan cuilan tumbuhan menyerupai daun, buah, umbi yang mengatakan tanda-tanda serangan OPT (baik patogen maupun yang terjangkit lalat buah), tumbuhan sakit, buah busuk, buah rontok, sisa-sisa tanaman, dan gulma, kemudian dimusnahkan.





Patogen maupun pupa lalat buah sanggup bertahan pada sisa tumbuhan yang jatuh dan buah rontok di tanah dan akan menjadi sumber infeksi/serangan.





2. Melakukan pemupukan berimbang dengan materi organik, serta hindari pemupukan nitrogen takaran tinggi. Pupuk nitrogen yang tinggi sanggup menimbulkan tumbuhan lebih rentan terhadap serangan patogen. Penambahan materi organik sebanyak 5-10 ton/ha.





3. Melakukan perbaikan drainase biar pertanaman tidak tergenang dan atau lahan pertanaman tidak terlalu basah.





4. Mengaplikasikan PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria), konsentrasi 20 cc/liter air dengan volume penyiraman 100 ml/tanaman, dan kombinasi Corine sp + Pseudomonas fluorescen + Trichoderma spp, masing-masing 10 cc/kg kompos, efektif menekan patogen golongan cendawan dan bakteri. Beberapa laboratorium PHP yang ada didaerah sudah sanggup memperbanyak agens hayati tersebut.





5. Melakukan penyemprotan pestisida yang efektif atas dasar prinsip 6 (Enam) Tepat, adalah sempurna jenis, sempurna dosis, sempurna sasaran, sempurna cara aplikasi, sempurna waktu aplikasi dan sempurna alat yang digunakan.





B. Pengelolaan dilahan atau pertanaman baru





1. Melakukan pengolahan tanah dalam (sampai 40 cm) dan menyiapkan jalan masuk irigasi sedalam 40 cm untuk mengurangi genangan air pada ekspresi dominan hujan.





2. Menanam benih sehat dan apabila tersedia, dipilih varietas yang tahan atau toleran sesuai ekspresi dominan tanam.





3. Mengadakan pengaturan jarak tanam yang optimal untuk mencegah penyebaran OPT, yiatu pada jarak 60 x 70 cm (cabai), 20 x 20 cm (bawang merah) dll.





4. Mengaplikasikan agens hayati Corine sp + Pseudomonas fluorescen + Trichoderma sp dengan takaran masing-masing 10 cc/kg kompos, yang dicampurkan dalam pupuk kompos dengan takaran masing-masing 10 cc/kg kompos dan penyemprotan pada tumbuhan masing-masing 10 cc/l air pada umur satu ahad sebelum pindah tanam, 20 hari sesudah tanam (hst) dan 40 hst.





5. Menggunakan mulsa plastik perak untuk tumbuhan di dataran tinggi dan jerami di dataran rendah (cabai), untuk mengurangi infestasi serangga vektor penyakit. Mulsa juga sanggup mengurangi percikan air hujan pada tanah, yang sanggup menjadikan jerawat patogen.





6. Memasang perangkap likat kuning sebanyak 40 lembar/ha, untuk memerangkap serangga vektor penyakit.





7. Melakukan pemupukan berimbang dengan materi organik, dan hindari penggunaan pupuk nitrogen takaran tinggi. Penambahan materi organik sebanyak 5-10 ton/ha.





8. Melakukan perbaikan drainase biar pertanaman tidak tergenang dan atau lahan pertanaman tidak basah.





9. Melakukan sanitasi lingkungan, terutama gulma di sekitar pertanmaan, yang sanggup menjadi tempat berkembangnya hama dan atau patogen.





10. Melakukan pergiliran tumbuhan dengan tumbuhan bukan inang, serta melaksanakan penyemprotan pestisida efektif dengan materi aktif bergantian biar tidak mempercepat terjadi resisten terhadap OPT, adalah insektisida (untuk serangga vektor atau hama) atau fungisida (untuk patogen), dengan prinsip 6 (enam) tepat.





Sumber: Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura (ditlin.hortikultura.deptan.go.id)



Sumber https://kabartani.com