Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

√ Pengomposan Jerami Metode Ventilasi Tanpa Pembalikan

Konten [Tampil]

Kabartani.com – Di Indonesia sebagai negara penghasil beras di Asia, sudah tentu jerami sebagai limbah pertanian keberadaannya sangat melimpah. Jerami padi mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan limbah yang lain, contohnya ketebon jagung, daun ubi jalar, daun tebu, rending kacang-tanah, dan biomas kedelai (Raharjo et al., 1981).





Dengan demikian jerami sangat baik dipakai sebagai sumber hara atau pupuk organik. Bahan organik ini merupakan penyangga dan berfungsi untuk memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Tanah yang miskin materi organik juga akan berkurang kemampuan daya menyangga pupuk anorganik sehingga efisiensi pemupukan menurun, sebab sebagian besar pupuk akan hilang melalui pencucian, fiksasi atau penguapan dan sebagai alhasil produktivitas menurun.





Mengingat harga pupuk buatan yang semakin mahal dan kerusakan tanah akhir diolah dan diusahakan secara terus menerus, maka peluang penggunaan materi organik sangat besar, apalagi pada daerah-daerah tertentu materi organik banyak tersedia. Manfaat penggunaan materi organik untuk tanaman padi sawah telah banyak diteliti.





Pemberian materi organik pada lahan sawah sanggup memperbaiki sifat fisik tanah ibarat pembentukan agregat atau granulasi tanah serta meningkatkan permiabilitas dan porositas tanah. Karena itu, peningkatan produktivitas padi perlu dipacu dengan penambahan materi organik ibarat kompos jerami maupun pupuk kandang, dan sisa panen lainnya; dengan maksud mempertahankan/meningkatkan kesuburan tanah.





Proses Pengomposan





Secara umum kandungan nutrisi hara dalam pupuk organik tergolong rendah dan agak lambat tersedia, sehingga diharapkan dalam jumlah cukup banyak. Namun, pupuk organik yang telah dikomposkan sanggup menyediakan hara dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dalam bentuk segar, sebab selama proses pengomposan telah terjadi proses dekomposisi yang dilakukan oleh beberapa macam mikroba, baik dalam kondisi aerob maupun anaerob.





Pengomposan merupakan proses biologis yang kecepatan prosesnya berbanding lurus dengan kecepatan acara mikroba dalam mendekomposisi limbah organik. Sedangkan kecepatan acara mikroba sangat tergantung pada faktor lingkungan yang mendukung kehidupannya. Jika kondisi lingkungan semakin mendekati kondisi optimum yang dibutuhkan oleh mikroba maka acara mikroba semakin tinggi sehingga proses pengomposan semakin cepat.





Begitu pula sebaliknya apabila kondisi lingkungan semakin jauh dari kondisi optimumnya maka kecepatan proses dekomposisi semakin lambat atau bahkan berhenti sama sekali. Oleh sebab itu faktor lingkungan pendukung kehidupan mikroba merupakan kunci keberhasilan proses pengomposan. Faktor-faktor lingkungan yang dimaksud antara lain: kadar air, aerasi, pH dan rasio C/N.





Menurut Wahyono, Firman dan Frank (2003), kadar air yang ideal pada limbah padat yang dikomposkan ialah antara 50-60% dengan nilai optimum 55%. Pada proses pengomosan, rasio C/N yang ideal antara 20-40 dengan kondisi terbaik 30. Setelah proses pengomposan selesai, rasio C/N antara 10-20. Derajat keasaman (pH) sebaiknya dipertahankan untuk tidak melewati 8,5. Namun demikian selama proses pengomposan akan menjadikan tingkat kemasaman mendekati netral, yaitu antara pH 6-8,5.





Dalam proses pengomposan jerami peranan mikroba selulolitik dan lignolitik sangat penting, sebab kedua mikroba tersebut memperoleh energi dan karbon dari proses perombakan materi yang mengandung karbon. Proses pengomposan secara aerob, lebih cepat dibanding anaerob dan waktu yang diharapkan tergantung beberapa faktor, antara lain: ukuran partikel materi kompos, C/N rasio materi kompos, keberadaan udara (keadaan aerobik), dan kelembaban.





Kompos yang sudah matang diindikasikan oleh suhu yang konstan, pH alkalis, C/N rasio <20, Kapasitas Tukar Kation > 60 me/100 g abu, dan laju respirasi <10 mg/g kompos. Sedangkan indikator yang sanggup diamati secara eksklusif ialah kalau berwarna coklat tua (gelap) dan tidak berbau busuk (berbau tanah).





 Di Indonesia sebagai negara penghasil beras di Asia √ Pengomposan Jerami Metode Ventilasi Tanpa Pembalikan




Pembuatan Kompos





Pembuatan kompos jerami sanggup dilakukan dengan dua cara: (1) ditumpuk dan dibalikkan dan (2) ditumpuk dengan ventilasi tanpa dibalikkan Kemudian untuk mempercepat proses dekomposisinya sanggup dipakai dekomposer.





1. Metode Ventilasi tanpa Pembalikan





 Di Indonesia sebagai negara penghasil beras di Asia √ Pengomposan Jerami Metode Ventilasi Tanpa Pembalikan




Jerami segar digiling hingga berukuran 1-3 cm. Hasil gilingan jerami ditumpuk dalam lapisan setinggi 20 cm, lebar 1 m dan panjang 1 m untuk membentuk tumpukan kompos 1 x 1 x 1 meter kubik (panjang x lebar x tinggi) dengan volume materi kompos sekitar 1 meter kubik ( 500 kg). Untuk menghindari jatuhnya tumpukan maka dibuatkan pagar bambu berukuran 1 x 1 x 1 meter.





Teknik aerasi pengomposan dengan cara ventilasi dibentuk dengan cara menempatkan sarang bambu di dasar tumpukan jerami (kurang lebih 30 cm di atas permukaan tanah) semoga aerasi bisa terjadi dari bawah menuju ke atas tumpukan. Teknik aerasi yang lain sanggup dilakukan dengan cara menciptakan lubang-lubang pada tumpukan jerami secara horinzontal memakai bambu atau paralon yang diberi lubang-lubang ke banyak sekali arah tumpukan jerami.





Jerami ditumpuk secara longgar (jangan dipadatkan) untuk memperoleh aerasi yang baik. Kemudian tambahkan dekomposer secara merata di atas tumpukan tersebut. Setelah itu tumpukkan lagi jerami yang telah digiling di atas tumpukan tersebut setinggi 20 cm, dan basahi dengan air secara merata serta diinokulasi dengan mikroba yang berasal dari dekomposer. Demikian seterusnya hingga hingga ketinggian tumpukan sekitar 1 m.





2. Metode Tumpukan dan Pembalikan





 Di Indonesia sebagai negara penghasil beras di Asia √ Pengomposan Jerami Metode Ventilasi Tanpa Pembalikan




Bahan yang berupa jerami (lebih yang masih segar atau kalau sudah kering dilembabkan hingga kadar air ± 60%) ditaruh dalam bedengan secara berlapis, tiap lapis dengan ketinggian ± 30 cm, kemudian ditaburi dengan atau disiram larutan dekomposer.





Tumpukan jerami dibentuk berlapislapis hingga ketinggian 1-1,5 m. Jerami dalam bedengan ditutup rapat dengan terpal dan setiap ahad dilakukan pembalikan. Apabila terlalu kering tumpukan jerami dibasahi dengan air. Jika memungkinkan lebih baik pembuatan kompos dilakukan ditempat yang teduh. Setelah 3 minggu, kompos biasanya sudah matang yang ditandai dengan temperatur sudah konstan 40-50°C, remah, warna coklat kehitaman.





Dari satu ton jerami diperoleh kompos jerami sejumlah ± 300 kg dengan kualitas sebagai berikut: C-organik >12%, C/N ratio 15-25%, kadar air 40-50%, dan warna coklat muda kehitaman.





Simak juga :









Sumber : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2013)



Sumber https://kabartani.com