√ 9 Film Dokumenter Terbaik Indonesia Ini Pernah Tayang Di Luar Negeri
Film dokumenter yakni film yang mendokumentasikan kenyataan yang terjadi di keseharian atau kehidupan. Istilah dokumenter sendiri pertama kali dipakai oleh Robert Flaherty dalam resensi film Moana (1926). Film bergenre dokumenter tercatat meraih banyak sekali kesuksesan dan perkembangan yang pesat di ranah box office. Berbagai film dokumenter terbaik Indonesia sekarang juga sudah mulai merambah ke dunia ekspo film internasional.
Film Dokumenter Terbaik
Berikut di bawah ini 9 film dokumenter terbaik dari dalam negeri yang layak disandingkan dengan film dokumenter internasional lainnya.
1. Jagal (2012)
“Jagal (The Act of Killing)” merupakan sebuah film dokumenter Indonesia yang berhasil menembus penghargaan bergengsi dunia, Academy Awards dalam nominasi sebagai film dokumenter terbaik. Film ini menggambarkan bagaimana kisah pelaku pembunuhan anti-PKI pada tahun 1965-1966. Peristiwa ini merupakan kejadian pembantaian ratusan ribu warga sipil yang diduga sebagai golongan kiri (anggota PKI).
Film dokumenter terbaik ini berhasil memperoleh menyebarkan penghargaan diantaranya pada ajang British Academy Film and Televisions Art 2013 dan masuk dalam nominsai Film Dokumenter Terbaik pada ajang Academy Awards ke-86. Film yang menyoroti pelaku pembantaian ini, menampilkan Anwar Congo sebagai tokoh utama pendiri organisasi paramiliter sayap kanan Pemuda Pancasila (PP) pada masa itu.
2. Senyap (2015)
“Senyap (The Lock of Silence)” menjadi film pendukung dari film sebelumnya, Jagal. Jagal masuk dalam nominasi film dokumenter terbaik sementara Senyap masuk dalam nominasi film dokumenter panjang terbaik. Kedua film ini sama-sama menyoroti persitiwa pembantaian ratusan ribu warga sipil yang diduga sebagai golongan kiri (bagian dari anggotan PKI) tahun 1965.
Jika film Jagal menampilkan kisah dari sisi pelaku pembantaian maka Senyap menampilkan kisah dari sisi korban pembantaian. Senyap menampilkan kisah lain dari seorang Adi, penyintas dan keluarga yang menjadi korban dan dituduh sebagai bab dari PKI. Film pertama Indonesia yang masuk dalam nominasi Oscar ini pertama kali diputar pada tanggal 10 Desember 2014 untuk memperingati hari HAM sedunia.
3. Jalanan (2013)
Film dokumenter ini menceritakan perihal tiga pemusik jalanan ibukota alias pengamen. Bertabur penghargaan dari dunia internasional di antaranya Magnolia Award di Shanghai International Film Festival 2014, Macenant Award di Busan International Film Festival 2013, Edmonton International Film Festival, dan juga Melbourne International Film Festival.
Film yang diusung Daniel Ziv ini menyorot perihal potret Ibukota Indonesia, Jakarta yang dihiasi oleh tiga pengamen muda yang berusaha menyambung hidup. Terdiri dari Titi, Boni, dan Ho film ini mencoba mengikuti kisah hidup keseharian ketiganya yang menjadi kaum terpinggirkan di hiruk-pikuknya kota Jakarta.
4. Heaven for Insanity (2008)
Sebuah dokumentasi perihal forum kejiwaan (a documentary about a mental institution). Bercerita perihal Watmo, seseorang yang hidup sesuai kemauannya. Terkadang ia berteriak ke sembarang orang tanpa klarifikasi sampai tetangganya berpikir ia gila. Pada suatu hari Bakti, salah satu ketua manajemen lingkungan menyarankan Watmo biar dibawa ke forum kejiwaan di pinggiran kota Jakarta.
Watmo dibawa ke suatu kawasan di luar imajinasinya, kepalanya dicukur dan dia dirantai ke tiang. Di forum tersebut Watmo harus hidup sesuai dengan hukum orang lain, yakni hukum lembaga. Di kawasan yang tidak menyenangkan ini, Watmo dilatih untuk hidup dengan cara yang benar dan teratur. Setelah satu minggu, Watmo dianggap ‘sembuh’ dan diperbolehkan untuk meninggalkan lembaga.
Film garapan Dria Soetomo ini memenangkan penghargaan film dokumenter pendek di Festival Film International Anuu-ru Aboro 2011 di New Caledonia, Prancis. Mendapatkan sambutan baik film berdurasi 33 menit ini juga telah diputar di menyebarkan ekspo film internasional laiinya ibarat Rotterdam International Film Festival, IDFA Amsterdam dan sebagai official selection di Melbourne International Film Festival.
5. Banda The Dark Forgotten Trail (2017)
Film ini merupakan garapan sutradara Jay Subiakto dan narasi dibawakan oleh bintang film kondang tanah air Reza Rahadian. Sempat menuai kontroversi film ini tidak boleh pemutarannya alasannya sanggup memicu konflik sosial antar suku di Maluku. Menurut sebagian pendapat dongeng pada film dokumenter yang berdurasi 99 menit ini telah memicu instabilitas kemanan di Maluku dan dianggap menciptakan dongeng yang memutarbalikkan sejarah yang terjadi sekitar 350 tahun kemudian tersebut.
Plot kisah yang menjadi kontroversi yakni terjadinya pembantaian massal terhadap warga lokal dan perbudakan pertama di Nusantara, tepatnya di Kepulauan Banda, Maluku. Pembantaian tersebut terjadi alasannya perseteruan antar bangsa dalam memperebutkan ‘pala’, rempah-rempah yang lebih berharga daripada emas dan menjadi komoditas yang melimpah di Kepulauan Banda. Belanda ketika itu rela melepas Nieuw Amsterdam (kini Manhattan, New York) biar sanggup mengusir Inggris dari kepulauan tersebut
6. Negeri Dongeng (2017)
Mecintai Indonesi lewat “Negeri Dongeng” itulah semboyan yang banyak dituturkan oleh penikmat film dokumenter ini. Dokumentasi mengenai pendakian tujuh gunung tertinggi di Indonesia ini mengatakan keindahan alam Indonesia yang kolam surga. Beberapa gunung tersebut diantaranya Gunung Carstensz di Papua, Gunung Bukit Raya di Kalimantan, Gunung Binaiya di Ambon, Gunung Rinjani di Lombok, Gunung Semeru di Jawa, dan Gunung Latimojong di Sulawesi.
Digarap selama tiga tahun, film ini merupakan hasil ekspedisi tujuh sinematografer yang terdiri dari Anggi Frisca, Teguh Rahmadani, Rivan Haggarai, Jogie KM Nadeak, Yohanes Pattiasina, dan Wihana Erlangga. Eskpedisi mereka dimulai dari Gunung Kerinci di Jambi pada bulan November 2014 silam. Menurut Anggi dkk. Lewat film ini kita akan lebih menyayangi tanah air Indonesia, tak hanya itu kita juga akan lebih berguru perihal pentingnya sebuah proses dan perjuangan.
7. Sepanjang Jalan Satu Arah (2016)
Kisah unik yang disajikan oleh Bani Nasution ini merupakan film dokumenter terbaik dengan durasi singkat hanya 16 menit. Kisah sederhana perihal seorang anak yang disuruh menentukan gubernur menurut agama yang dianut oleh Ibunya. Sang Ibu meminta anak dan seluruh keluarganya untuk menentukan gubernur sesuai dengan pemikiran beliau, yaitu yang beragama Islam.
Film perdana Bani Nasution ini memperoleh special mention dari juri di Sea Short Film Festival Kuala Lumpur. Selain itu memperoleh penghargaan Piala Citra sebagai Film Dokumenter Pendek Terbaik di ajang Festival Film Indonesia pada tahun 2017.
8. Tarling is Darling (2017)
Sebuah dokumentasi perihal lika-liku musik dangdut di Indramayu, Jawa Barat. Musik tarling yakni musik yang populer dengan tarian erotis dari penyanyi dangdut berpakaian mini. Jaham, seorang penulis lagu tarling dangdut dan Ipung sang produser musik telah banyak mengorbitkan artis gres yang rata-rata perempuan muda yang ingin menjadi terkenal.
Tantangan tiba dari para ulama yang melarang pedoman musik tersebut alasannya dianggap sebagai malu dalam Islam. Para ulama menantang Jaham untuk menulis lagu tarling bernuansa islami sehingga sanggup dijadikan sarana dakwah. Yang menjadi inti dari kisah ini yakni bagaimana Jaham menulis lagu islami pertamanya lewat pertolongan seorang penyanyi erotis.
9. Songbird: Burung Berkicau (2017)
Menurut pepatah Jawa “seorang laki-laki dianggap laki-laki sejati kalau dia sudah mempunyai rumah, istri, kuda, keris, dan burung”. Film garapan sutradara Wisnu Surya Pratama ini menceritakan perihal Agok yang masih gres dalam dunia burung. Agok mengikuti jejak mentornya berjulukan Edi dalam mencari, menangkap, dan melatih burung yang eksotis untuk mengikuti lomba kicauaan.
Menurut Agok melatih burung yang berasal dari dalam hutan Indonesia tersebut yakni sebuah bisnis yang menjanjikan. Apalagi bila burung tersebut menang dalam kompetisi kicau dan berhasil dijual pada penawar dengan harga tertinggi.
Jika ditelititi lebih dalam lagi film dokumenter sarat akan makna perihal kehidupan dibanding film komersil lainnnya. Hal ini dikarenakan dokumentasi yang disajikan yakni realita tanpa rekayasa (non-fiksi) sehingga sanggup menyentuh kisah hidup tak terduga dari seseorang. Sepertinya suatu ketika nanti film dokumenter sanggup bertengger di posisi teratas menyaingi film-film box office lainnya.
Sumber aciknadzirah.blogspot.com