Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

√ Kerajaan Mataram Kuno : Sejarah, Raja, Peninggalan Dan Kehidupan Politiknya Lengkap

Konten [Tampil]

Kerajaan Mataram Kuno : Sejarah, Raja, Peninggalan Dan Kehidupan Politiknya Lengkap



Sejarah Mataram Kuno


Kerajaan Mataram Kuno – Apakah anda sudah mengetahui kerajaan Mataram kuno sebelumnya? Kerajaan Mataram Kuno yaitu kerajaan yang letaknya di Jawa Tengah, yang sering kali disebut sebagai Bumi Mataram. Daerah tersebut dikelilingi oleh Pegunungan dan gunung-gunung. Seperti contohnya gunung Tangkuban Perahu, Sindoro, Sumbing, Merapi-Merbabu, Lawu dan Pegunungan Sewu. Daerah tersebut juga dialiri oleh beberapa jenis sungai ibarat sungai Bogowonto, Progo, Elo, dan Sungai Bengawan Solo. Oleh lantaran itu tempat tersebut menjadi tempat yang sangat subur.


 Peninggalan Dan Kehidupan Politiknya Lengkap √ Kerajaan Mataram Kuno : Sejarah, Raja, Peninggalan Dan Kehidupan Politiknya Lengkap


Kerajaan Mataram Kuno atau yang sering juga disebut Kerajaan Medang, yaitu kerajaan yang bercorak agraris. Ada 3 wangsa atau dinasti yang pernah menguasai kerajaan Mataram Kuno, yaitu Wangsa Syailendra, Sanjaya, dan Isyana. Wangsa Sanjaya yaitu pemeluk agama Hindu yang beraliran Siwa, sedangkan Wangsa Syailendra yaitu pengikut agama Budha, sedangkan Wangsa Isyana yaitu Wangsa Baru yang didirikan oleh Mpu Sindok.


Raja pertama yang memimpin Kerajaan Mataram Kuno yaitu Sanjaya yang juga merupakan pendiri Wangsa Sanjaya, yang menganut agama Hindu. Sesudah wafat Sanjaya digantikan oleh Rakai Panangkaran yang kemudian ia berpindah agama menjadi agama Budha yang beraliran Mahayana. Ketika itulah Wangsa Syailendra mulai berkuasa. Saat itu agama Hindu dan Budha berkembang secara bantu-membantu di Kerajaan Mataram Kuno. Yang beragama Hindu tinggal di Jawa Tengah cuilan Utara, sedangkan yang beragama Budha tinggal di wilayah Jawa Tengah cuilan Selatan.


Wangsa Sanjaya pun kembali berkuasa dengan memegang Tangku Kepemerintahan. Hal itu terjadi sehabis anak dari Raja Samaratungga, yaitu Pramodawardhani. Menikah dengan Rakai Pikatan yang pada ketika itu beragama Hindu. Pernikahan itu menciptakan Rakai Pikatan maju menjadi Raja, dan memulai kembali Wangsa Sanjaya. Bahkan Rakai Pikatan berhasil menyingkirkan seorang anggota Wangsa Syailendra yang berjulukan Balaputradewa. Yang kemudian ia mengungsi ke Kerajaan Sriwijaya, dan menjadi raja di Kerajaan tersebut.


Wangsa Sanjaya ini berakhir pada masa Rakai Sumba Dyah Wawa. Dengan berakhirnya kepemerintahan Sumba Dyah Wawa, hal itu menjadi sebuah perdebatan. Ada teori yang menyampaikan bahwa ketika itu terjadi musibah yang menciptakan sentra Kerajaan Mataram kesudahannya hancur. Mpu Sindok pun tampil dengan menggantikan Rakai Sumba Dyah Wawa, dan menjadi Raja. Kemudian memindahkan Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur, kemudian membangun Wangsa Baru yang berjulukan Wangsa Isyana.


Pusat Kerajaan Mataram Kuno di awal berdirinya diperkirakan letaknya berada di tempat Mataram. Tepatnya di tempat Yogyakarta ketika ini. Di masa pemerintahan Rakai Pikatan, lokasinya dipindahkan ke Mamrati. Yang ketika ini merupakan tempat Kedu. Lalu di masa pemerintahan Dyah Balitung, letaknya pindah lagi ke Poh Pitu. Masih di seputaran Kedu. Dan pada masa pemerintahan Dyah Wawa, letaknya diperkirakan kembali lagi ke Mataram. Mpu Sindok pun kemudian memindahkan Istana Medang ke wilayah Jawa Timur yang sekarang.


Raja Di Kerajaan Mataram Kuno


Berikut nama-nama Raja yang sempat memimpin di Kerajaan Mataram Kuno, berdasarkan teori Slamet Muljana. Diantaranya yaitu :



  1. Sanjaya (pendiri Kerajaan Medang)

  2. Rakai Panangkaran (awal berkuasanya Wangsa Syailendra)

  3. Rakai Panunggalan Alias Dharanindra

  4. Rakai Warak Alias Samaragrawira

  5. Rakai Garung Alias Samaratungga

  6. Rakai Pikatan Suami Pramodawardhani, (Awal Kebangkitan Wangsa Sanjaya)

  7. Rakai Kayuwangi Alias Dyah Lokapala

  8. Rakai Watuhumalang

  9. Rakai Watukura Dyah Balitung

  10. Mpu Daksa

  11. Rakai Layang Dyah Tulodong

  12. Rakai Sumba Dyah Wawa

  13. Mpu Sindok, Awal Periode Jawa Timur

  14. Sri Lokapala (Merupaka Suami Dari Sri Isanatunggawijaya)

  15. Makuthawangsawardhana

  16. Dharmawangsa Teguh, (Berakhirnya Kerajaan Medang)


Dari semua Raja tersebut hanya Sanjaya yang memakai gelar Sang Ratu, sedangkan Raja-raja setelahnya hanya memakai gelar Sri Maharaja.


Sumber Sejarah


Ada 2 sumber utama dari sejarah yang memperlihatkan berdirinya Kerajaan Mataram Kuno di masa lampau. Yaitu prasasti dan candi yang masih sanggup kita temui hingga sekarang. Kerajaan Mataram Kuno meninggalkan prasasti yang diantaranya yaitu :



  1. Prasasti Canggal. Yang ditemukan di halaman Candi Guning Wukir Di Desa Canggal Berangka Tahun 732 M. prasasti Canggal ini memakai huruf Palawa dan bahasa sansekerta, yang di dalamnya menceritakan perihal pendirian Lingga atau Lambang Syiwa di Desa Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya. Di sana juga menceritakan bahwa yang menjadi raja yang sebelumnya yaitu Sanna, kemudian digantikan oleh Sanjaya anak Sannaha atau saudara wanita Sana.

  2. Prasasi Kalasan. Ditemukan di tempat Desa Kalasan Yogyakarta Berangka Tahun 778M. memakai bahasa India Utara dan sansekerta, dan ditulis dengan huruf pranagari. Isi prasasti itu menceritakan perihal pendirian bangunan suci untuk Dewi Tara dan Biara untuk Pendeta, oleh Raja Pangkaran. Yang dilakukan atas undangan keluarga Syailendara dan Panangkaran. Serta menghadiahkan Desa Kalasan untuk para Sanggha atau umat Budha.

  3. Prasasti Mantyasih. Ditemukan Di Mantyasih Kedu, Jawa Tengah Berangka tahun 907M. memakai bahasa Jawa Kuno. Isi dari prasasti Mantyasih yaitu daftar silsilah raja Mataram yang telah mendahului Rakai Watukura Dyah Balitung yaitu Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi Dan Rakai Watuhumalang.

  4. Prasasti Klurak. Ditemukan di Desa Prambanan Berangka tahun 782M. ditulis dengan huruf pranagari dan memakai bahasa sansekerta, isinya menceritakan perihal pembuatan acra manjusri. Oleh Raja Indra yang mempunyai gelar Sri Sanggramadananjaya.


Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno bukan hanya berupa prasasti saja, tetapi juga berupa candi yang masih sanggup kita lihat hingga ketika ini. Candi peninggalan Kerajaan Mataram Kuno diantaranya yaitu Candi Kalasan, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sewu, Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Sambisari, Candi Sari, Candi Kedulan, Candi Morangan, Candi Ijo, Candi Barong, Candi Sojiwan, dan tentu saja yang paling kita kenal yaitu Candi Borobudur.


Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno


1. Prasasti Canggal


Yang juga sering disebut dengan Prasasti Gunung Wukir Atau Prasasti Sanjaya. Merupakan prasasti berangka di tahun 654 Saka Atau 732 Masehi. Prasasti ini ditemukan di Halaman Candi Gunung Wukir Di Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam, Magelang, Jawa Tengah. Prasasti Canggal memakai bahasa sansekerta dan ditulis dengan abjad pallawa. Prasasti Canggal dianggap sebagai pernyataan diri dari Raja Sanjaya, di tahun 732 sebagai seorang penguasa universal yang berasal dari Kerajaan Mataram Kuno.


2. Prasasti Kelurak


Prasasti Kelurak Berangka tahun 782 M. Ditemukan Di Dekat Candi Lumbung, Desa Kelurak, Di Sebelah Utara Kompleks Percandian Prambanan, Jawa Tengah. Keadaan prasasti ini sudah sangat aus, sehingga isi dari keseluruhannya kurang sanggup diketahui dengan pasti. Tetapi secara garis besarnya isinya yaitu perihal didirikannya bangunan suci, untuk acra manjusri atas perintah Raja Indra yang mempunyai gelar Sri Sanggramadhananjaya. Menurut para ahli, bangunan itu yaitu Candi Sewu yang lokasinya berada di Kompleks Percandian Prambanan.


3. Prasasti Mantyasih


Ditemukan di Kampung Mateseh, Magelang Utara, Jawa Tengah. Yang didalamnya memuat daftar perihal silsilah Raja Mataram Kuno sebelum Raja Balitung. Prasasti tersebut dibentuk sebagai upaya untuk melegitimasi Balitung sebagai pewaris tahta yang sah. Sehingga raja-raja yang sebelumnya berdaulat penuh atas Kerajaan Mataram Kuno disebutkan nama-namanya di sana. Di dalam prasasti itu juga disebutkan bahwa Desa Mantyasih sudah ditetapkan oleh Raja Balitung sebagai Desa Perdikan, atau desa yang bebas dari pajak. Di Kampung Meteseh ketika ini masih terdapat Lumpang Batu. Yang dipercaya sebagai tempat diadakannya upacara penetapan Sima atau Desa Perdikan.


Disebutkan juga mengenai Gunung Susundara dan Wukir Sumbing, yang kini dinamakan Gunung Sindoro Dan Sumbing. Kata Mantyasih artinya yaitu beriman di dalam cinta dan kasih.


4. Prasasti Sojomerto


Adalah peninggalan Wangsa Syailendra yang ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Prasasti tersebut ditulis dengan huruf Kawi dan berbahasa Melayu Kuno. Prasasti yang satu ini tidak menyebutkan angka dan tahun berapa, tetapi diperkirakan melalui analisis paleografi prasasti sojomerto berasal dari masa ke 7 selesai atau awal masa ke 8 masehi. Isi dari prasasti tersebut yaitu tokoh-tokoh dari keluarga Dapunta Sailendra. Yaitu ayahnya yang berjulukan Santanu, ibunya yang berjulukan Bhadrawati. Dan istrinya yang berjulukan Sampula. Menurut Prof Drs Boechari, tokoh berjulukan Dapunta ini yaitu cikal bakal dari Raja keturunan Wangsa Syailendra. Yang ketika itu berkuasa di Kerajaan Mataram Hindu.


5. Prasasti Tri Tepusan


Prasasti ini menyebutkan bahwa Sri Kahulunan menganugrahkan tanahnya yang terletak di Desa Tri Tepusan untuk pembuatan dan pemeliharaan tempat suci Kamulan I Bhumisambhara, di tahun 842 M. kemungkinan besar tempat suci tersebut yaitu Candi Borobudur di zaman sekarang. Duplikat dari prasasti tri tepusan ini disimpan di dalam Museum Candi Borobudur.


6. Prasasti Wanua Tengah III


Prasasti ini ditemukan pada bulan November tahun 1983. Yang ditemukan di sebuah ladang di Dukuh Kedunglo, Desa Gandulan, Kaloran, sekitar 4 Km Arah Timur Laut Kota Temanggung. Di dalam prasasti tersebut tercantum daftar lengkap raja-raja yang memerintah Bumi Mataram, pada masa sebelum pemerintahan Raja Rake Watukara Dyah Balitung. Prasasti ini dianggap sebagai prasasti yang penting, lantaran menyebutkan 12 nama Raja Mataram. Di dalam penyebutannya telah melengkapi Prasasti Miantyasih. Yang hanya menyebutkan 9 nama raja saja.


7. Prasasti Rukam


Prasasti Rukam berangka tahun 829 Saka, atau 907 Masehi. Prasasti ini ditemukan di Desa Petarongan, Kecamatan Parakan, Temanggung, Jawa Tengah. Prasasti Rukam terdiri dari dua lempeng tembaga yang bentuknya persegi panjang. Lempeng yang pertama berisi 28 baris, sedangkan lempeng yang kedua berisi 23 baris. Aksara dan bahasa yang dipakai yaitu Jawa Kuno.


Isi prasasti ini yaitu pelantikan Desa Rukam yang dilakukan oleh Nini Haji Rakryan Sanjiwana, lantaran desa itu telah dilanda oleh peristiwa letusan gunung berapi. Lalu penduduk Desa Rukam diberi kewajiban untuk memelihara bangunan suci, yang terdapat di Limwung. Kemungkinan bangunan suci itu yaitu Candi Sajiwan. Candi ini letaknya tak jauh dari Candi Prambanan.


8. Prasasti Plumpungan


Prasasti yang satu ini ditemukan di Dukuh Plumpungan Dan Berangka tahun 750 Masehi. Prasasti Plumpungan dipercaya sebagai asal mulanya Kota Salatiga. Di dalam prasasti tersebut terdapat ketetapan hukum, yaitu ketetapan mengenai status tanah perdikan atau swatantra bagi Desa Hampra. Pada zaman itu penetapan pada ketentuan Prasasti Plumpungan tersebut yaitu peristiwa yang penting, khususnya bagi warga Desa Hampra.


Penetapan prasasti yaitu titik tolak dari berdirinya tempat Hampra, yang secara resmi ditetapkan sebagai tempat perdikan. Desa Hampra yaitu tempat di mana prasasti tersebut berada, yang kini masuk ke dalam wilayah Kota Salatiga. Daerah Hampra telah diberi status sebagai tempat perdikan, yang bebas pembayaran pajak di zaman pembuatan prasasti tersebut.


9. Prasasti Siwargha


Di dalam prasasti ini tertulis Chandrasengkala yang isinya ”Wwalung Gunung Sang Wiku” , yang maknanya yaitu Angka Tahun 778 Saka (856 Masehi). Prasasti Siwargha ini dikeluarkan oleh Dyah Lokapala atau Rakai Kayuwangi. Setelah pemerintahan Rakai Pikatan berakhir. Prasasti ini menyebutkan deskripsi mengenai kelompok Candi Agung yang dipersembahkan untuk Dewa Siwa. Disebut dengan nama Shivargha yang berasal dari bahasa sansekerta, artinya Rumah Siwa. Yang dimana mempunyai ciri yang cocok dengan Candi Prambanan.


10. Prasasti Gondosuli


Ditemukan di Reruntuhan Candi Gondosuli, Di Desa Gondosuli, Kecamatan Bulu, Temanggung, Jawa Tengah. Yang mengeluarkan prasasti ini yaitu seorang anak Raja atau Pangeran, yang berjulukan Rakai Rakarayan Patapan Pu Palar, yang juga merupakan adik ipar Raja Mataram ketika itu yaitu Rakai Garung.


Prasasti ini terdiri dari dua keping, yang disebut Gandasuli I (Dang Pu Hwang Glis) Dan Gandasuli II (Sanghyang Wintang). Prasasti ini ditulis memakai Bahasa Melayu Kuno, dengan Aksara Kawi atau Jawa Kuno. Berangka tahun 792 M, teksnya terdiri dari 5 baris yang isinya yaitu filsafat dan ungkapan kemerdekaan, dan kejayaan syailendra.


11. Prasasti Kayumwungan/Karang Tengah


Merupakan sebuah prasasti yang pada 5 buah penggalan watu yang ditemukan di Dusun Karangtengah, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Sehingga lebih dikenal dengan nama prasasti Karangtengah. Isi goresan pena pada prasasti tersebut yaitu bahasa sansekerta yang isinya yaitu perihal seorang raja yang berjulukan Samaratungga. Dan anaknya yang berjulukan Pramodawardhani, mendirikan bangunan suci Jinalaya dan bangunan berjulukan Wenuwana. Dalam bahasa sansekerta disebut Venuvana yang artinya yaitu Hutan Bambu. Untuk menempatkan debu mayat Raja Mega, sebutan untuk Dewa Indra. Kemungkinan maksudnya yaitu Raja Indra AtauDharanindra yang berasal dari keluarga Syailendra.


12. Prasasti Shankara


Merupakan prasasti yang berasal dari masa ke 8 M, yang ditemukan di Sragen Jawa Tengah. Namun prasasti tersebuh hilang hingga kini dan tidak diketahui di mana keberadaannya. Prasasti tersebut pernah disimpan di Museum Pribadi yaitu Museum Adam Malik. Diperkirakan ketika museum ini tutup dan gulung tikar di tahun 2005-2006, prasasti tersebut dijual begitu saja. Di dalam prasasti shankara terdapat dongeng perihal seorang tokoh yang berjulukan Raja Shankara, yang berpindah agama lantaran agama siwa termasuk agama yang ditakuti oleh banyak orang. Ia pindah ke agama Budha yaitu agama yang welas asih. Disebutkan juga bahwa ayah dari Raja Shankara wafat lantaran sakit selama 8 hari selamanya.


Setelah Shankara memeluk agama Budha, ia memindahkan sentra kerajaannya ke arah Timur. Raja Shankara disamakan dengan Rakai Panangkaran, sedangkan ayahnya yang tidak disebutkan namanya dinamakan Raja Sanjaya.


13. Prasasti Ngadoman


Prasasti ini ditemukan di Desa Ngadoman, Dekat Salatiga, Jawa Tengah. Prasasti ini juga penting lantaran kemungkinan besar menjadi mediator antara abjad kawi dengan abjad buda.


14. Prasasti Kalasan


Adalah prasasti peninggalan Wangsa Sanjaya yang berasal dari Kerajaan Mataram Kuno, yang berangka tahun 700 Saka Atau 778M. prasasti ini ditemukan di Kecamatan Kalasan, Sleman, Yogyakarta, dan ditulis dalam huruf pranagari atau India Utara dan dengan bahasa sansekerta.


Di dalam prasasti tersebut disebutkan bahwa guru sang raja berhasil membujuk Maharaja Tejahpura Panangkarana (Kariyana Panangkara). Yang dimana ia yaitu Mustika Keluarga Sailendra (Sailendra Wamsatilaka). Hal itu atas undangan keluarga Syailendra, untuk membangun bangunan suci untuk Dewi Kara dan sebuah Biara bagi para pendeta. Dan hadiah Desa Kalasan untuk para Sagha atau umat Budha. Bangunan suci ini yaitu Candi Kalasan.


Kehidupan Di Masa Kerajaan Mataram Kuno


Kehidupan Politik


Dilihat dari prasasti Metyasih, Rakai Watukumara Dyah Balitung (Wangsa Sanjaya Ke-9) memperlihatkan hadiah tanah kepada 5 orang patihnya yang mempunyai jasa yang besar pada Mataram. Di dalam prasasti itu juga disebutkan raja-raja yang memerintah di masa Dinasti Sanjaya. Raja-raja tersebut yaitu :



  • Rakai Sri Mataram Sang Ratu Sanjaya (732-760 M)


Di masa-masa ia berkuasa yaitu masa-masa pendirian candi-candi Siwa di Gunung Dieng. Sri Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya meninggal kira-kira pada pertengahan masa ke 8, kemudian digantikan oleh anaknya yang berjulukan Rakai Panangkaran.



  • Sri Maharaja Rakai Panangkaran (760-780 M)


Rakai Panangkaran artinya yaitu Raja yang mulia, yang berhasil menyebarkan potensi di wilayahnya. Menurut prasasti Kalasan di masa pemerintahan Rakai Panangkaran dibangunlah sebuah candi yang dinamakan Candi Tara. Yang di dalamnya terdapat patung Dewi Tara. Letaknya di Desa Kalasan dan kini dikenal dengan nama Candi Kalasan.



  • Sri Maharaja Rakai Panunggalan (780-800 M)


Rakai Pananggalan artinya yaitu raja mulia, ia yaitu seorang raja yang peduli pada siklus waktu. Ia juga berjasa atas sistem kalender Jawa kuno. Visi dan misi Rakai Pananggalan ini yaitu selalu menjunjung tinggi arti dari sebuah ilmu pengetahuan. Wujud dari visi dan misi tersebut yaitu Catur Guru, Catur Guru tersebut antara lain yaitu :



  1. Guru Sudarma yaitu Orang Tua yang melahirkan manusia.

  2. Guru Swadaya yaitu Tuhan.

  3. Guru Surasa yaitu Bapak/Ibu guru di sekolah.

  4. Guru Wisesa yaitu pemerintah yang menciptakan undang-undang untuk kepentingan bersama.



  • Sri Maharaja Rakai Warak (800-820 M)


Di masa pemerintahan Sri Maharaja Rakai Warak ini kehidupan militernya berkembang dengan sangat pesat.



  • Sri Maharaja Rakai Garung (820-840 M)


Arti nama Garung yaitu raja mulia yang tahan banting pada segala macam rintangan. Demi memakmurkan seluruh rakyatnya, ia bekerja dari siang hingga malam.



  • Sri Maharaja Rakai Pikatan (840 – 856 M)


Pada Dinasti Sanjaya, masa kegemilangan terjadi di masa pemerintahan Rakai Ppikatan. Di masa pemerintahannya, pasukan Balaputera Dewa menyerang wilayah kekuasaannya. Tetapi Rakai Pikatan tetap mempertahankan kedaulatan negerinya, bahkan kesudahannya pasukan Balaputera Dewa berhasil dipukul mundur dan mereka melarikan diri ke Palembang. Di zaman Rakai Pikatan tersebutlah pembangunan Candi Prambanan dan Roro Jongrang dilakukan.



  • Sri Maharaja Rakai Kayuwangi (856-882 M)


Pada prasasti Siwagraha disebutkan bahwa Sri Maharaja Rakai Kayuwangi mempunyai gelar yaitu Sang Prabu Dyah Lokapala.



  • Sri Maharaja Rakai Watuhumalang (882-899 M)


Sri Maharaja Rakai Watuhumalang mempunyai sebuah prinsip yaitu Tri Parama Arta, prinsip itulah yang dipakai di pemerintahannya.



  • Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitong (898-915 M)


Di masa pemerintahan Rakai Watukura juga terbilang masa keemasan bagi Wangsa Sanjaya. Sang Prabu aktif dalam mengolah cipta karya, dalam menyebarkan kemajuan masyarakatnya.



  • Sri Maharaja Rakai Daksottama (915 – 919 M)


Di masa pemerintahan Dyah Balitung, Daksottama dipersiapkan untuk menggantika dirinya sebagai Raja Mataram Hindu.



  • Sri Maharaja Dyah Tulodhong (919 – 921 M)


Rakai Dyah Tulodhong mengabdikan dirinya untuk masyarakat dengan menggantikan kepemimpinan Rakai Daksottama. Keterangan ini terdapat pada prasasti Poh Galung, yang berangka tahun 809 M. di masa pemerintahannya, Dyah Tulodhong ini sangat memerhatikan Kasta Brahmana.


 



  • Sri Maharaja Dyah Wawa ( 921 – 928 M)


Ia populer sebagai raja yang hebat dalam berdiplomasi, sehingga ia dikenal hingga kancah internasional.


Kehidupan Ekonomi


Perekonomian Kerajaan Mataram Kuno bertumpu pada sektor pertanian, lantaran lokasinya yang terbilang sebagai pedalaman yang subur. Kemudian Mataram mulai menyebarkan perekonomiannya di bidang pelayaran. Hal itu terjadi di masa pemerintahan Balitung, yang ketika itu memanfaatkan Sungai Bengawan Solo sebagai kemudian lintas perdagangan yang menuju ke Pantai Utara Jawa Timur.


Kehidupan Agama


Berdasarkan prasasti canggal yang menceritakan perihal beridirnya Lingga atau lambang Siwa, menjadikan kesimpulan bahwa masyarakat Mataram Kuno Wangsa Sanjaya memeluk agama Hindu dengan fatwa Siwa.


Kehidupan Politik


Berdasarkan prasasti yang telah ditemukan, diketahui oleh raja-raja yang pernah memimpin Dinasti Syailendra diantaranya yaitu :



  • Bhanu ( 752- 775 M )


Adalah raja pertama yang juga merupakan pendiri Wangsa Syailendra.



  • Wisnu ( 775- 782 M)


Di masa pemerintahannya lah Candi Borobdur mulai dibangun, yaitu sekitar tahun 778 M.



  • Indra ( 782 -812 M )


Di masa pemerintahannya Raja Indra menciptakan sebuah prasasti Klurak yang berangka tahun 782 M, letaknya di tempat Prambanan. Dinasti Syailendra menjalankan politik perluasan di masa pemerintahan Raja Indra. Perluasan daerahnya pun ditujuan untuk menguasai tempat yang berada di tempat Selat Malaka. Dan yang memperkokoh dampak kekuasaan Syailendra pada Sriwijaya adalah, lantaran Raja Indra telah menjalankan perkawinan politik. Raja Indra juga mengawinkan putranya yang diberi nama Samarottungga dengan Putri Raja Sriwijaya.



  • Samaratungga ( 812 – 833 M )


Pengganti Raja Indra yaitu Samaratungga, ia berperan sebagai pengatur segala dimensi di dalam kehidupan rakyatnya. Sebagai Raja Mataram Budha, Samaratungga juga sangat menghayati nilai agama dan juga budaya. Tetapi sebelum pembangunan Candi Borobudur selesai, Raja Samaratungga meninggal dan kemudian digantikan oleh putranya yang berjulukan Balaputra Dewa yang merupakan anak dari seorang Selir.



  • Pramodhawardhani ( 883 – 856 M )


Pramodhawardhani yaitu seorang putri dari Samaratungga, yang dikenal bagus dan juga cerdas. Ia mempunyai gelar Sri Kahulunan. Yang artinya yaitu seorang sekar keratin yang menjadi rujukan bagi setiap rakyatnya. Kelak Pramodhawardhani akan menjadi permaisuri dari Raja Rakai Pikatan. Yaitu salah satu Raja Mataram Kuno yang berasal dari Wangsa Sanjaya.



  • Balaputera Dewa ( 883 – 850 M )


Balaputera Dewa yaitu putra dari Raja Samaratungga, dan ibunya yang berjulukan Dewi Tara yaitu seorang Putri dari Raja Sriwijaya. Dilihat dari Prasasti Ratu Boko, ketika itu sempat terjadi perebutan tahta kerajaan, oleh Rakai Pikatan yang masih menjadi suami Pramodhawardhani. Sedangkan Balaputera Dewa merasa mempunyai hak atas tahta tersebut, lantaran ia yaitu anak pria yang masih berdarah Syailendra. Ia juga tidak oke dengan tahta yang diberikan pada Rakai Pikatan yang mempunyai darah Sanjaya. Pada peperangan saudara tersebut Balaputera Dewa mengalami kekalahan, dan kemudian melarikan diri ke Palembang.


Kehidupan Sosial


Kehidupan sosial Kerajaan Syailendra belum diketahui dengan pasti. Tetapi jikalau dilihat dari bukti peninggalan berupa Candi, para hebat pun menafsirkan bahwa kehidupan sosial masyarakat kerajaan Syailendra terbilang sudah lebih teratur. Hal itu terbukti dengan dibangunnya candi, yang memakai tenaga rakyat dengan cara gotong royong. Pembuatan candi tersebut juga memperlihatkan bahwa rakyat taat dan mengkultuskan rajanya. Dengan adanya dua agama yang berjalan beriringan, maka perilaku toleransi antar umat beragama pun terbilang baik.


Kehidupan Ekonomi


Mata pencaharian sebagian besar masyarakatnya yaitu Petani, Pedagang, dan Pengrajin. Dinasti Syailendra sudah memutuskan pajak bagi setiap masyarakat Mataram. Terbukti dengan adanya prasasti Karang Tengah, yang menyebutkan bahwa Rakryan Patatpa Pu Palar telah mendirikan bangunan suci dan memperlihatkan tanah perdikan. Yang menjadi simbol masyarakat yang patuh akan pajak.


Kehidupan Agama


Sebagain besar raja di Dinasti Syailendra memeluk agama Budha Mahayana. Hal itu juga memperlihatkan bahwa agama Budha sudah masuk ke dalam masyarakat Mataram. Dibangunnnya candi-candi tersebut yaitu tempat peribadatan masyarakat pemeluk agama Budha.


Kejayaan Kerajaan Mataram Kuno


Kerajaan Mataram Kuno juga pernah mencapai masa kejayaan, yaitu pada tahun 898-910 M, tepatnya ketika pemerintahan Raja Balitung. Di masa kekuasaannya banyak wilayah yang berhasil ia taklukan. Wilayah kekuasaannya pun semakin meluas. Berikut penyebab kejayaan pada Kerajaan Mataram Kuno :





    1. Saat sanjaya naik tahta, lantaran ia mempunyai keahlian dalam peperangan.

    2. Dibangunnya sebuah waduk Hujung Galuh Di Waringin Sapta (Waringin Pitu), yang bergungsi dalam mengatur fatwa sungai Berangas. Sehingga banyak kapal dagang yang berasal dari Benggala, Sri Lanka, Chola, Champa, Burma, dan lain-lain. Yang ketika itu tiba ke pelabuhan tersebut.

    3. Berpindahnya kekuasaan dari wilayah Jawa Tengah ke Jawa Timur yang didasari oleh :



  • Adanya sungai-sungai yang besar ibarat Sungai Brantas Dan Bengawan Solo, yang cukup memudahkan kemudian lintas dalam perjalanan.

  • Adanya dataran rendah yang luas yang memungkinkan penanaman padi yang dilakukan secara besar-besaran.

  • Lokasi Jawa Timur yang erat dengan jalan perdagangan utama, yaitu jalur perdagangan rempah-rempah yang berasal dari Maluku ke Malaka.


Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno


Ada beberapa faktor yang mendasari runtuhnya kerajaan Mataram Kuno, diantaranya yaitu :



  1. Letusan gunung merapi yang mengeluarkan lahar yang panas. Yang dimana lahar-lahar tersebut menimbun beberapa candi yang telah didirikan oleh kerajaan. Sehingga banyak candi yang menjadi rusak.

  2. Terjadinya krisis politik di tahun 927-929 M.

  3. Perpindahan lokasi kerajaan yang disebabkan oleh pertimbangan ekonomi. Karena di tempat Jawa Tengah ketika itu daerahnya kurang subur, dan tidak banyak sungai besar dan tidak adanya pelabuhan yang strategis. Sedangkan di wilayah Jawa Timur ibarat contohnya Pantai Selatan Bali, dalah jalur yang strategis untuk perdagangan. Serta erat dengan sumber penghasil komoditi di bidang perdagangan.


Mpu Sindok mempunyai jabatan sebagai Rake I Hino ketika Wawa menjadi seorang raja di Mataram. Kemudian ia pindah ke Jawa Timur dan mendirikan Dinasti Isyana di sana, menjadikan Walunggaluh sebagai sentra kerajaan. Mpu Sindok juga sempat membentuk dinasti gres yaitu Isanawangsa. Ia berhasil membentuk kerajaan Mataram yang baru, yang menjadi kelanjutan dari kerajaan yang sebelumnya berpusat di tempat Jawa Tengah. Mpu Sindok juga memerintah semenjak tahun 929 M, hingga tahun 948 M.


Sumber sejarah yang berkaitan dengan kerajaan Mataram di Jawa Timur yaitu Prasasti Pucangan, rasasti Anjukladang Dan Pradah, Prasasti Limus, Prasasti Sirahketing, Prasasti Wurara, Prasasti Semangaka, Prasasti Silet, Prasasti Turun Hyang, dan Prasasti Gandhakuti. Yang isinya yaitu penyerahan kedudukan putra mahkota, oleh Airlangga kepada sepupunya yang berjulukan Samarawijaya Putra Teguh Dharmawangsa.


Demikian klarifikasi lengkap mengenai Kerajaan Mataram Kuno. Semoga sanggup menambah wawasan dan pengetahuan anda mengenai sejarah di Indonesia.


Baca Juga :



 


 


 


 



Sumber aciknadzirah.blogspot.com