√ Dekrit Presiden 05 Juli 1959 : Pengertian, Isi, Dampak
Konten [Tampil]
A. PENGERTIAN DEKRIT PRESIDEN 05 JULI 1959
Dekrit yang berasal dari bahasa Latin decernere yang berarti mengakhiri, memutuskan, atau menentukan, merupakan sebuah perintah yang dikeluarkan oleh pemimpin suatu negara dalam keadaan-keadaan tertentu menyerupai pada keadaan darurat yang mempunyai kekuatan aturan tetap.
Dekret (perintah) 05 Juli 1959 ialah perintah yang dikeluarkan oleh presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno yang isinya ialah membubarkan Badan Konstituantee hasil pemilu 1955 dan penggantian Undang-Undang Dasar dari Undang-Undang Dasar Sementara 1950 ke Undang-Undang Dasar 1945.
B. LATAR BELAKANG DEKRIT PRESIDEN 05 JULI 1959
Pada pemilu pertama tahun 1955, rakyat Indonesia selain menentukan anggota dewan legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat) juga diharuskan menentukan anggota Badan Konstituante yang bertugas untuk menyusun Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia.
Badan Konstituante memulai persidangannya pada tanggal 20 November 1956 dengan pidato pembukaan dari presiden Soekarno. Hingga hingga tahun 1959, Badan Konstituante tidak pernah berhasil merumuskan undang-undang dasar yang baru.
Pada dikala itu, kontradiksi antar anggota partai politik besar menyerupai PNI, PKI, Masyumi seringkali terjadi. Situasi dalam negeri Indonesia menjadi tidak stabil dan di daerah-daerah pun mulai bermunculan aneka macam dewan, menyerupai Dewan Manguni di Sulawesi Utara, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Garuda di Sumatera Selatan, dan Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan yang kemudian bermetamorfosis gerakan-gerakan yang ingin memisahkan diri dari Indonesia.
Karena keadaan yang sangat tidak stabil tersebut, Letnan Jenderal A.H.Nasution yang bertindak sebagai Kepala Staf Angkatan Darat mengeluarkan larangan bagi semua acara politik terhitung sejak tanggal 3 Juni 1959. Partai Nasional Indonesia (PNI) melalui ketuanya, Soewirjo mengirimkan surat kepada presiden Soekarno yang dikala itu tengah berada di Jepang. Surat itu berisi saran semoga presiden Soekarno mendekritkan kembali penggunaan Undang-Undang Dasar 1945 dan membubarkan Badan Konstituante. Selain itu, Partai Komunis Indonesia (PKI) melalui ketuanya D.N.Aidit mengeluarkan perintah kepada para anggotanya semoga tidak mengikuti sidang-sidang selain sidang Badan Konstituante.
Kegagalan Badan Konstituante merumuskan Undang-Undang gres sebagai pengganti Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang bersistem demokrasi liberal yang dianggap tidak sesuai dengan falsafah hidup bangsa Indonesia, mengakibatkan keanehan dalam melakukan kiprah pemerintahan alasannya yaitu tidak ada dasar hukumnya.
Atas dasar tersebut, Soekarno memberikan amanatnya pada sidang Badan Konstituante pada tanggal 22 April 1959 yang menganjurkan semoga kembali ke Undang-Undang Dasar 1945. Kemudian, pada tanggal 30 Mei 1959, Badan Konstituante pun mengadakan pemungutan bunyi (voting) untuk menanggapi anjuran presiden Soekarno tersebut.
Hasil pemungutan bunyi tersebut memperlihatkan hasil tolong-menolong lebih banyak didominasi anggota Badan Konstitaunte menginginkan semoga kembalinya Undang-Undang Dasar 1945 sebagai pengganti UUDS 1950. Namun, jumlah bunyi yang terhitung pada pemungutan bunyi itu tidak memenuhi kuorum 2/3 jumlah anggota (jumlah minimal anggota yang hadir dikala sidang) yang telah diamanahkan pada pasal 137 UUDS 1950. Pemungutan bunyi pun dilakukan untuk kedua kalinya pada tanggal 2 Juni 1959. Pemungutan bunyi inipun tidak memenuhi kurorum anggota yang hadir. Lalu, pada tanggal 3 Juni 1959, Badan Konstituante mengumumkan masa reses (istirahat).
Selanjutnya, pada tanggal 05 Juli 1959, presiden Soekarno kesannya mengeluarkan dekrit presiden yang berisi poin-poin sebagai berikut :
- Pembubaran Konstituante
- Berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945
- Tidak berlakunya lagi UUDS 1950
- Pembentukan MPRS dan DPAS
Dekrit presiden ini menerima sambutan hangat dari seluruh rakyat Indonesia. Letjen A.H.Nasution selaku kepala staf angkatan darat pun memerintahkan para anggotanya untuk mengamankan dekrit presiden tersebut.
D. PENGARUH DEKRIT PRESIDEN 05 JULI 1959
Dengan dikeluarkannya dekrit presiden 05 Juli 1959, maka Negara Indonesia mempunyai suatu dasar aturan untuk melakukan segala bentuk acara pemerintahan. Dengan dekrit ini pula, bangsa Indonesia terselamatkan dari perpecahan dan kehancuran.
Sebagai tindak lanjut dari dekrit presiden ini, maka dibentuklah beberapa forum negara, diantaranya Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS), dan Dewan Perwakilan Rakyat-Gotong Royong (DPR-GR). Setelah itu, presiden Soekarno tanggal 17 Agustus 1959 berpidato dengan judul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”. Pidato yang populer dengan sebutan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) ini oleh DPAS dan MPRS dijadikan sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Adapaun inti dari pidato Manipol presiden Soekarno ialah :
- Undang-Undang Dasar 1945
- Demokrasi Terpimpin
- Ekonomi Terpimpin
- Sosialisme Indonesia
- Kepribadian Indonesia
Dengan demikian, dengan dikeluarkannya dekrit ini, mempunyai imbas yang sangat besar dalam kehidupan rakyat Indonesia, baik dalam segi politik, ekonomi, sosial dan budaya. Dalam bidang politik, segala acara politik harus berlandaskan NASAKOM (nasionalis, agamis, komunis). Dalam bidang ekonomi, pemerintah menerapkan sistem ekonomi terpimpin terutaam dalam bidang impor. Sedangkan dalam bidang sosial budaya, pemerintah melarang hal-hal yang berbau ke-Barat-an alasannya yaitu dianggap sebagai bentuk penjajahan gaya gres ) neo-imperialisme).
E. DAMPAK DEKRIT PRESIDEN 05 JULI 1959
1. Dampak Positif
- Menyelamatkan Indonesia dari perpecahan dan krisis politik berkepanjangan
- Memberikan fatwa yang terang bagi bangsa Indonesia
- Merintis pembentukan forum tinggi negara menyerupai MPRS dan DPAS
2. Dampak Negatif
- Memberikan peluang bagi militer untuk terjun ke dunia politik, apalagi angkatan darat dikala itu menjadi kekuatan politik yang disegani
- UUD 1945 tidak dilaksanakan secara menyeluruh dan konsekuen
- Dengan diterapkannya demokrasi terpimpin, maka memperlihatkan kekuasaan yang besar kepada presiden dan forum tinggi negara yang lainnya.