√ Sejarah Kerajaan Samudera Pasai Dan Raja Kerajaannya Lengkap
Sejarah Kerajaan Samudera Pasai dan Raja Kerajaannya
Daftar Isi :
Sejarah Kerajaan Samudera Pasai – Dari uraian yang telah kemudian telah dimaklumi bersama-sama orang-orang islam telah mendirikan kampung-kampung di tepi pantai, mereka berasal dari pada saudagar-saudagar arab, Persia, Gujarat dan Malabar. Mereka semuanya ummat islam, mereka telah kawin dengan anak negeri dan mereka membeli budak-budak kemudian mereka merdekakan, kehidupan mereka, makanan mereka yang higienis menimbulkan hidup mereka lebih baik dari kehidupan penduduk asli, Cuma mereka belum sanggup mendirikan kerajaan yang kuat.
Ada sebuah informasi yang tersiar bersama-sama di tahun 1205 M, telah naik takhta seorang raja islam di daya ( aceh ) bergelar sri paduka sultan johan syah, baginda bukanlah berasal dari putera tempat itu, melainkan keturunan pedagang-pedagang islam tadi juga, mengusut kepada namanya besar kemungkinan bahwa baginda berasal dari Gujarat tetapi informasi perihal kelanjutan kerajaan baginda tidaklah terang.
Kabar informasi bahwa masyarakat islam telah ada di pantai sumatera itu rupanya hingga juga ke mekkah dan menjadi perhatian besar dari syarif mekkah, sehingga baginda anjurkanlah seorang ulama berjulukan syeikh ismail tiba ke negeri samudera aceh kerena di antara negeri-negeri tapi pantai yang begitu banyak nama samudera lebih dikenal.
Syeikh ismail berangkat menuju samudera dan berlabuhlah kapalnya di Malabar ( disebut juga muktabar ), sebelum meneruskan perjalanan ke aceh, disana tuan syeikh itu berjumpa lagi dengan seorang bekas raja, yang oleh lantaran asyiknya memperdalam faham tasawwuf ditinggalkannya kerajaanya kemudian dipakainya gelar orang shufi yaitu “ fakir ” Muhammad dan dia yaitu keturunan daripada sayidina abubakar shiddiq, sahabat nabi.
Singgalah mereka di negeri-negeri tepi pantai yang telah memeluk agama islam itu tetapi kebanyakan di antara mereka tidak sanggup lagi membaca quran, negeri-negeri yang mereka singgahi itu ialah fansur ( barus ). Lamiri dan haru, setelah itu mereka teruskan pelayaran ke negeri perlak disana didapat keterangan bahwa negeri samudra yang mereka tuju itu rupanya sudah jauh tertinggal di belakang sehingga terpaksalah kapal mereka dibelokkan kembali.
Tidak disangka-sangka berjumpalah mereka dengan orang yang hendak mereka tepati yaitu merah silu kepala kampung di tempat itu, didalam “ sejarah melayu ” disebutkan bahwa merah silu terus di islamkan dan sehari setelah memeluk islam dia sidah bijak membaca quran kemudian diberilah dia nama islam yaitu “ sultan al-malikush shaleh ”. dan diserahkanlah kepadanya gejala kerajaan yang telah mereka bawa dari negeri mekkah.
Raja Kerajaan Samudera Pasai
Al-Malikush Shaleh Raja Samudera I
Dekat sebuah kampung yang memang berjulukan samudra di tepi sebuah sungai berjulukan sungai pase, yang bermuara ke teluk lho seumawe dan di seberang sungai itu dekat dari bekas jejak kerajaan pasai dahulu itu, terdapatlah makam-makam raja-raja samudera-pasai itu, batunya terdiri dari pada pualam putih diukir dengan goresan pena arab abjad raq’ah yang sangat indah yang tertua diantaranya ialah bertarikh hijrah 692, bersetuju dengan tahun 1297 masehi.
Jelaslah tertulis nama raja pertama itu yaitu Al-Malikush Shaleh, setelah dicoba mempertaut-tautkan keterangan disana sini terdapatlah suatu kesimpulan bersama-sama ratifikasi yang diterimanya untuk menggunakan gelar sultan memanglah tiba dari syarif mekkah, syarif mekkah pada waktu itu yaitu di bawah naungan kerajaan mameluk di mesir.
Setengah dari pada gelar yang digunakan oleh raja-raja mameluk mesir waktu itu ialah “ khadimul haramain ” ( pelayan dari kedua tanah suci ) maka berkenanlah syarif dengan keizinan dari pada sultan-sultan mamluk memperlihatkan gelar “ sultan ” bagi mereka.
“ Al-Malikush Shaleh ” yaitu gelar yang digunakan oleh pembangun kerajaan mamluk yang pertama di mesir yaitu Al-Malikush Shaleh Ayub. Hal inipun memperkuat pendapat bahwa telah ada korelasi eksklusif dengan negeri-negeri arab terutama mekkah pada masa itu.
Pada zaman pemerintahan baginda itulah ditahun 1292 M, marco polo pengembara bangsa venesia yang populer itu melawat ke sumatera utara dia belum melihat orang islam melainkan dalam kerajaan perlak saja, adapun penduduk pegunungan berdasarkan marco-polo masih sangatlah biadab dan masih ada yang memakan daging manusia. Maka dengan anak wanita raja perlak yang telah beragama islam itulah Al-Malikush Shaleh kawin dan menerima dua orang putera.
Al-Malikush Zhahir I ( 1297 -1326 )
Adapun putera baginda Al-Malikush Shaleh itu, berdasarkan sejarah melayu yang seorang bergelar Al-Malikush Zhahir dan yang seorang lagi bergelar Al-Malikul Manshur, melihat gelar-gelar sultan.
ini terasalah oleh kita adanya dampak mekkah dan mesir dalam kerajaan ini alasannya yaitu “ Azh-Zhahir ” yaitu gelar yang digunakan oleh sultan mamluk yang kedua di mesir yaitu “ Al-Malikush Zhahir Baibars ”( 1260 -1277 M ) dan “ Al-Manshur ” yaitu gelar dari sultan mamluk yang ketiga yang menggantikan baibars yaitu Al-Malikul Manshur Qalawun ( 1279 -1290 M ).
Didalam catatan yang lain disebut nama kecil sultan itu, yaitu raja Muhammad.
Al-Malikush Zhahir II ( 1326 -1348 )
Sultan yang ketiga bergelar Al-Malikush Zhahir juga dan berjulukan raja ahmad rupa-rupanya mengusut kepada mata uang yang digunakan dalam negeri pasai itu banyak sultan-sultan menggunakan gelar “ Al-Malikush Zhahir ” walaupun orangnya telah berganti-ganti sangat besar kemungkinan bahwa sultan inilah yang ditemui oleh pengembara ibnu bathuthah seketika dia singgah di negeri pasai itu tatkala dia diutus oleh sultan delhi, ke tiongkok pada tahun 1345 M, demikian juga seketika dia telah selesai melaksanakan tugasnya dan hendak kembali pulang setahun kemudian ( 1346 ).
Keterangan yang diberikan oleh ibnu bathuthah dalam kisah perjalannya perihal sultan Al-Malikush Zhahir itu sangatlah penting didalam menyusun sejarah, ibnu bathuthah menceritakan bahwa sultan itu sangatlah teguh memegang agama dan baginda bermazhab syafi. Mazhab itu diketahuinya dengan mendalam dan sanggup baginda bertukar fikiran dengan para ulama seketika membicarakan masalah-masalah agama dalam mazhan syafi’I itu.
Ketika akan pergi ke jumata baginda berjalan kaki dan pulangnya barulah naik kendaraan gajah atau kuda, baginda suka sekali membuatkan agama ke negeri-negeri yang berdekatan dan mana-mana negeri yang belum mau memeluk agama islam dengan segala kerendahan sudi membayar upeti kepada kerajaan ba
ginda setiap waktunya yang ditentukan.
Diceritakan pula oleh ibnu bathuthah bahwa di bertemu disana dengan dua orang ulama yang seorang tiba dari syiraz dan yang seorang lagi tiba dari kurunan bangsa sayid, dia diangkat oleh baginda sultan menjadi qadhi dalam kerajaan pasai, ini tidaklah mengherankan lantaran bukan sedikit pula ulama-ulama mazhab syafii di negeri iran itu, seumpama syeikh bubuk ishaq asy-syirazi pengarang kitab “ Al-Muhazzab ” yang populer lantaran beliaupun menjadi guru-besar pada madrasah Nizamiyah, barulah berkurang orang iran terkemuka dalam mazhab yang selain syiah, setelah pada awal era keenam belas, syah ismail shafawi meresmikan mazhab syiah menjadi mazhab kerajaan iran.
Selain dari pada kemajuan agama islam dan mazhab syafiinya baginda sultan pun rupanya memiliki armada kapal dagang yang besar, lantaran ibnu bathuthah pun menceritakan bahwa setelah selesai tugasnya di tiongkokm dia berniat hendak segera kembali ke Hindustan.
Syukurlah di pelabuhan turut berlabuh bersama kapal-kapal yang lain, kapal dari sultan Al-Malikush Zhahir sendiri yang apabila telah selsai membongkar muatan yang gres dibawanya dan menaikkan muatan yang akan dimuat dari tiongkok kapal itu segera akan kembali.
Baginda sangat kasih dan hormat kepada dagang yang ziarah ke negerinya, apatah lagi kalau yang tiba itu seorang ulama sebagai ibnu bathuthah, menjadi kebiasaan pada masa itu memperlihatkan hadiah kepada tamu, terdiri dari pada hamba sahaya, sehingga ibnu bathuthah diberi seorang sahaya wanita dan seorang sahaya laki-laki.
Sampai seketika ibnu bathuthah telah kembali ke negerinya di afrika utara ( Tunisia ) disebutnya kenang-kenangannya kepada raja-raja yang pernah diziarahinya, bersama-sama keistimewaan raja pasai itu ialah lantaran sangat alimnya, menurut, ibnu bathuthah bagindalah satu-satunya ulama menjadi raja.
Kealiman sultan itu dan kemajuan mazhab syafi dalam negerinya rupanya telah ,menjadi daya penarik bagi kedatangan ulama-ulama islam dari negeri lain terutama yang bermazhab syafi pula, yaitu mekkah, madinah, mesir, syam, pantai yaman, hadramaut dan Malabar, sehingga selain dari menjadi sebuah Bandar yang besar dalam perniagaan, pasai pun menjadi sentra pula dari mempelajari agama islam.
Sehingga kemudiannya walaupun dari segi politik pasai telah mundur namun dia tetap menjadi sentra mempelajari agama islam dan mazhab syafii sehingga tersebutlah dalam sejarah melayu bahwa ulama-ulama di malaka di kala malaka jaya kalau ada soal agama yang musykil sehingga sulit memutuskan ke pasai jualah mereka meminta kata-putus.
Zainal abidin ( ± 1350 )
Setelah sultan Al-Malikush Zhahir yang bijaksana itu mengakat maka naiklah puteranya zainal abiding, nampaknya dia naik takhta kerajaan didalam usia masih kecil sehingga yang menjalankan pemerintahan tinggalah orang besar-besar kerajaan belaka, terasa benar betapa kekosongan lantaran hilangnya raja yang bijaksana itu yang bukan saja memegang kendali pemerintahan tetapi juga tempat meminta fatwa agama.
Maka tersebutlah di dalam sejarah melayu bersama-sama kerajaan siam mengirim angkatan perang buat menaklukan negeri, samudera pasai itu, diperlengkapan dengan 4000 hulubalang dalam seratus buah pilu, mereka masuk mulanya ke dalam negeri pasai dengan secara baik-baik sehingga kedatangan mereka tidak menimbulkan syakwasangka dan disambut sebagaimana layaknya, tetapi mereka angkat sebuah peti besar ke dalam istana yang telah diisi dengan 4 orang hulubalang yang kuat, kemudian peti itu dibuka di hadapan raja yang masih kecil itu, alasannya yaitu mereka menyampaikan bahwa isi peti itu ialah hadiah raja siam.
Demi setelah peti dibuka melompatlah keempat hulubalang it uterus sekali mereka menangkap raja dan mereka masukkan pula ke dalam peti itu, kemudian dengan secara kilat mereka larikan ke luar sedang diluar istana rupaya tentara siam sudah siap dan sebelum tentara pasai mengetahuinya, raja telah dilarikan ke kapal dan terus sekali berlayar, maka menjadi tawananlah raja yang masih muda itu dalam istana siam.
Nampaknya penghinaan yang demikian pahit tidaklah sanggup ditangkis oleh pasai orang besar-besar pasai terpaksa tiba menghadap raja siam menyembahkan “ bunga emas ” ke negeri siam yaitu dua ekor itik dari pada emas dan sebuah pasu-emas yang digenangi air dan sanggup itik itu berenang di dalamnya sangatlah suka cita raja siam atas persembahan itu, tandanya bahwa pasai telah takluk kepada siam, maka seketika orang besar-besar pasai yang tiba menghadap itu memohon supaya sultan yang masih muda itu diserahkan kepada mereka maulah raja siam memberikannya asal pasai tetap membayar bunga emas, dan pulanglah raja yang masih muda itu ke negerinya dan duduk kembali ke atas singgasananya.
Tetapi tidak berapa usang kemudian tiba-tiba tiba pulalah angkatan perang majapahit diserbunya pula pasai sekali lagi, raja dipaksa tunduk pula kepada majapahit, rupanya setelah ditaklukkan oleh siam pasai sudah sangat lemah dan saat majapahit yang sedang megah dan perkasa itu menyerang baik pasai atupun siam yang memperlindunginya tidaklah memiliki cukup kekuatan buat mempertahankan kerajaan islam yang pertama itu.
Dalam riwayat tiongkok bahwa seketika utusan maharaja tiongkok tiba di bawah pimpinan cheng ho, admiral islam yang populer itu pada tahun 1405 M, maka raja pasai yang mereka dapati ialah tsai-nu-li-a-pi-ting-ki ( zainal abidin ).
Tidak jauh dari pada kemungkinan bahwa baginda ialah zainal abidin yang itu juga, yang masih panjang usianya buat menderita dua pukulan jago dari pada dua buah kerajaan besar siam dan majapahit.
Kedatangan cheng ho, merubah suasana, dia menganjurkan biar raja-raja dan sultan-sultan di selatan ini mangakui erat dengan maharaja tiongkok, yang kaisarnya saat itu ialah kaisar cheng tsu, alasannya yaitu baginda gres saja merebut kuasa dari pada kaisar yang dahulu yaitu hwui ti, cheng ho telah deatang membawa hadiah-hadiah tanda mata dan persahabatan dari pada kaisar tiongkok, dan cheng ho pun memperlihatkan kesepakatan teguh bersama-sama tiongkok tetap membela pasai, malaka dan negeri-negeri lain yang didatanginya kalau ada serangan dari luar asal suka mengakui dukungan tiongkok.
Sebagaimana diketahui cheng ho berkali-kali melawat kesebelah selatan ini, pertama di tahun 1405 dan kembali ke negerinya di tahun 1407, perlawatannya yang kedua di tahun 1408 dan kembali ke negerinya di tahun 1411 membawa raja sailan yang melawan kepadanya. Dan hingga di tiongkok raja sailan di kurniakan ampun oleh maharaja tiongkok dan dipulangkan kembali ke atas singgasananya, perlawatannya yang ketiga ialah di tahun 1412 sekali lagi dia tiba ke samudera pasai.
Didapatinya sultan zainal abiding telah mangkat, meskipun ratifikasi tiongkok kepada pasai, sama tarafnya dengan yang diberikan kepada kerajaan malaka, namun cahaya pasai tidak naik lagi, sedang fajar kebesaran malaka mulai tersingit, malahan sultan yang menggantikan zainal abiding telah tewas pula dalam satu peperangan melawan negeri nakur ( dalam aceh juga ).
Permaisuri pasai menjanjikan bahwa dia sudi menjadi isteri bagi barang siapa yang sudi berjuang menuntut bela maut suaminya dalam perang itu, maka tampillah seorang nelayan ( penangkap ikan ) mengepalai tentara mengalahkan negeri nakur kembali, nelayan itu kata riwayat tiongkok menang perangnya sehingga eksklusif diangkat menjadi raja menggantikan raja yang tewas itu, ini terjadi dalam tahun 1412, tidak berapa usang sebelum cheng ho tiba kembali melawat pasai.
Berita terakhir perihal pasai
Kemudian tersebut dalam catatan tiongkok selanjutnya bahwa putera dari raja yang mati terbunuh itu, yang berhak menduduki takhta kerajaan, tidaklah merasa bahagia hati lantaran seorang nelayan merebut takhta kerajaan dan dengan besar hati pula mengawini ibunya atau ibu tirinya, raja-nelayan itu dibunuhnya dan diapun naik takhta yang memang menjadi haknya.
Kemudian tersebutlah perkataan bersama-sama raja iskandar anak raja pasai dibawa oleh cheng ho dalam perlawatan ke pasai, tahun 1412 itu menziarahi tiongkok dan tiba menghadap sri maharaja tiongkok syang sekali sesampai di tiongkok raja iskandar itu mati terbunuh.
Semenjak itu sudah jaranglah korelasi pasai dengan tiongkok tersebut dalam catatan sejarah bahwa ziarah perutusan pasai ke tiongkok yang paling selesai ialah pada tahun 1434 M.
Malaka sudah mulai naik bintangnya, sultan-sultan malaka yang memerintah semenjak pembangunnya yang pertama sultan mohammad syah ( yang kawin dengan seorang puteri pasai ) hingga kepada sultan iskandar syah, hingga kepada sultan ahmad syah, hingga kepada sultan muzaffar syah, hingga kepada sultan manshur syah negeri malaka kian usang kian naik dan pasai kian usang kian turun, pelabuhan pasai berangsur lengang.
Kapal-kapal telah lebih banyak berlabuh dipelabuhan negeri malaka itu, lantaran pantai pasai sudah mulai dangkal, Cuma dalam adat-istiadat jualah malaka selalu melebihkan martabat pasai dari pada martabat negeri-negeri yang lain, kalau utusan tiba dari pasai sambutan berlebih dari biasa, utusan disambut dengan payung kuning dan berkendara gajah. Gajah yang membawa utusan itu boleh masuk eksklusif terus ke halaman balairung-sari tidak ditambatkan di luar pagar-tembok istana, sebagaimana kendaraan utusan-utusan negeri lain.
Akhirnya hilanglah pasai dan yang bersua jejaknya kini ialah kuburan-kuburan renta dan padang terkukur sepi, untuk menjadi peringatan dan materi pencari sejarah bagi mereka yang tiba di belakang, pada satu kampung kecil berjulukan pase didekat sebuah perhentian-kecil ( stopplaaats ) kereta api aceh berjulukan kampong geudong dan sentra acara islam semenjak itu berpindahlah ke malaka.
Pengembara dari pasai
Banyaklah putera pasai meninggalkan kampung halamannya terutama semenjak dua kali serangan yang menyedihkan pertama dari siam kedua dari majapahit, dan hasilnya ditahun 1521 diserang pula oleh portugis kerajaan majapahit yang keras mempertahankan ke hinduannya itu, sehingga menimbulkan negeri pasai terpaksa mangakui takluk ke bawah naungannya menimbulkan beberapa anak pasai pergi merantau ke tanah jawa sendiri, terutama ke jawa timur dan menetap disana.
Jika negerinya sendiri telah terbakar, dibakar oleh suatu kekuasaan besar anak pasai itu telah pergi ke “ hulu ” kekuasaan itu ke kawasan kekuasaan majapahit sendiri dan membuatkan pula citanya disana dengan suatu aliran rohani yang murni majapahit telah mereka perangi pula, bukan dengan senjata. Apa yang mereka tanamkan itulah kelaknya yang kan besar dan kokoh bermetamorfosis kelaknya menjadi kerajaan islam demak.
Seorang di antara anak pasai itu ialah falatehan, atau fatahillah atau berjulukan juga syrif hidayatullah tiba ke jawa alasannya yaitu negerinya diserang portugis ( 1521 ). Mulanya menjadi panglima perang dari kerajaan islam demak untuk menaklukkan jawa barat, kerajaan galuh dan pajajaran dan hasilnya menjadi pendiri dari pada dua kerajaan islam setelah demak yaitu banten dan Cirebon.
Sumber : N.V,Bulan Bintang, PROF.DR. HAMKA
Baca Juga :
- 10 Cara Mengembangkan Kreativitas dan Inovasi Menurut Julius Chandra
- Kuantitas dan Kualitas Penduduk Terhadap Pembangunan : Pengertian dan Dampaknya
Sumber aciknadzirah.blogspot.com