Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

√ Sarjana Ti Di Indonesia Masih Sedikit Yang Menjadi Programmer

Konten [Tampil]

Sarjana TI di Indonesia Masih Sedikit yang Menjadi Programmer √ Sarjana TI di Indonesia Masih Sedikit yang Menjadi Programmer


Tenologi.id – Indonesia berambisi menjadi negara ekonomi digital terbesar se-Asia Tenggara pada tahun 2025. Akan tetapi, jumlah programmer yang ada dikala ini disebut masih belum memenuhi kebutuhan.


Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyampaikan bahwa Indonesia masih kekurangan bakat digital dan butuh perhiasan 600.000 bakat digital setiap tahunnya.


Berdasarkan survei terbaru, sebanyak 56 persen responden dari 150.000 orang lulusan studi teknologi informasi (TI) di Indonesia, saat ini telah berkarier di perusahaan. Sementara 44 persen lainnya masih bekerja lepas, atau belum bekerja tetap di perusahaan. 


Baca juga: 5 Cara Terbaik untuk Programmer Baru Menghasilkan Uang Secara Online


Data tersebut merupakan survei pada April 2019 yang dilakukan oleh Dicoding, sebuah startup penyedia platform mencar ilmu pemrogram komputer.


Dicoding melaksanakan survei ini terhadap 150.000 orang lulusan TI yang  berusia 21 hingga 22 tahun yang ada di 460 kota dan kabupaten Indonesia. 


Meskipun jumlah lulusan pendidikan vokasi maupun sarjana teknologi informatika (TI) di Indonesia cukup banyak, namun tidak sepenuhnya terserap ke industri digital dan menjadi programmer.


Dilansir dari KompasTekno, Kamis (16/5/2010), CEO startup developer lokal, Dicoding, Narenda Wicaksono, menyampaikan ada tiga masalah, yang pertama yakni kurikulum. 


Baca juga: 5 Website Kontes Koding Terbaik untuk Mengasah Kemampuan Programmer


Menurut Narenda, butuh waktu empat tahun bagi perguruan tinggi tinggi untuk memperbarui kurikulum, hal itu disebutnya terlalu lama, sementara teknologi berkembang sangat cepat. Sehingga dengan kondisi kurikulum yang kurang fleksibel tersebut agak sulit menyesuaikan perkembangan dunia digital yang tiap tahun selalu berkembang.


Kedua, kualitas pengajar TI yang belum merata juga menjadi problem berikutnya yang harus dibenahi. Menurut Naren, masih banyak para pengajar TI yang harus meningkatkan kompetensinya semoga transfer ilmu ke mahasiswa lebih maksimal.


Ketiga, kualitas sumber daya insan (SDM) menjadi problem berikutnya. Naren menyampaikan kualitas input SDM di Indonesia juga masih belum merata. 


“Di Indonesia, mencar ilmu logika itu belum menjadi kewajiban, alasannya kebanyakan masih memakai sistem hafalan. Sehingga input mendasar rata-rata belum punya standar yang dibutuhkan untuk melewati kelas programming secara penuh,” imbuhnya.


Baca juga: 3 Bahasa Pemrograman Ideal Terbaik Untuk Setiap Programmer


Faktor biaya pun sering jadi hambatan bagi bakat muda dalam mempelajari suatu teknologi. Oleh alasannya itu, Dicoding mengambil langkah untuk menyediakan beasiswa yang merupakan hasil kemitraan business-to-business (B2B).


“Program beasiswa diperlukan turut berperan dalam pemerataan kesempatan mencar ilmu bagi developer sekaligus menumbuhkembangkan ekosistem digital yang berpengaruh di Indonesia,” tutur Narenda ibarat dikutip dari kumparantech. Kamis (16/5/2019). 


Selain itu, Dicoding sendiri menyampaikan pembelajaran koding secara online melalui situs dicoding.com. Ada 19 kelas berbeda yang dibagi menjadi kelas pemula hingga mahir.


Beberapa kelas bisa diambil secara gratis namun ada pula yang berbayar. Materi yang disuguhkan di antaranya menciptakan aplikasi Android, menciptakan game, kotlin for Android, Blockchain, Java, Web, Chatbot, dan administrasi source code.


(FM)



Sumber https://teknologi.id