√ Jadikan Anak Lelaki Kita Sebagai Lelaki Sejati
Konten [Tampil]
Ayahbunda mari rehat sejenak. Lihat bawah umur lelaki kita. Apakah mereka tumbuh di jalur lelaki yang sesungguhnya? Ataukah kita tak peduli, atau entah kurang peka dengan perkembangan abjad mereka sebagai lelaki. Sudah merasa aman? Merasa tenang? Atau kita tak peduli sama sekali?
Saya ingin mengingatkan banyak cukup umur dan cowok (lelaki) di negeri ini yang ternyata tidak tumbuh dan menjadi laki-laki sejati. Ada sebagian dari mereka yang hanya punya separuh jiwa lelaki. Ya hanya separuh. Itu terlihat dari jiwa mereka yang miskin dari tanggung jawab dan menyerupai tak mau punya kaki sendiri. Uang jajan tinggal minta dan tinggal habiskan, jikalau habis tinggal minta lagi. Jangankan mengurus tanggung jawab wacana orang lain, urusan diri sendiri pun diminta orang lain yang untuk bertanggung jawab. Kamar, pakaian, sepatu, tas, uang jajan, tinggal serahkan pada orang lain. Ada orang tua, ada pembantu, ada supir, ada yang lain-lain.
Saya kenal beberapa cowok yang kuliah bertahun-tahun tak kunjung selesai, lantaran tak pernah merasa bertanggung jawab wacana kuliah. Bagi mereka menjadi anak SD atau mahasiswa sama saja; bermain. Dan orang tuanya pun membiarkan itu berlalu begitu saja.
Remaja lelaki yang hanya punya separuh jiwa lelaki ini tak punya visi wacana masa depan, tak punya misi wacana hidup kecuali me & myself. Sekolah dan kuliah pun hanya untuk periuk nasi mereka saja. Punya karir bagus, uang banyak dan istri cantik. Titik.
Jangan bandingkan mereka dengan Pangeran Diponegoro yang membuang kesempatan bertahta di Kerajaan Mataram, lantaran tak sudi jadi keset kompeni, dan melihat rakyat Jawa dan umat Muslim dikoyak-koyak kaum imperialis. Lalu menentukan hidup dari hutan ke hutan, tinggal di Gua Selarong, dan menentukan jalan hidup sebagai lelaki yang punya harga diri. Pada cukup umur dan cowok yang hanya punya separuh jiwa lelaki ini, pengorbanan hidup untuk orang lain, apalagi untuk agama dan Tuhan mereka (Allah Ta'ala.) harapan terlalu mewah. Jangankan untuk menggapainya, untuk bermimpi pun mereka tak mau melakukannya.
tapi ada sebagian lagi yang patut dikasihani justru hilang semua kelelakiannya. Mereka menjadi transgender, bencong, atau malah gay. Mereka ada di panggung dunia hiburan, panggung politik, bisnis, tapi hidup melawan kodrat lelaki. Ini kelompok lelaki yang paling sakit di dunia.
Tapi mari lihat diri kita ayahbunda, anak lelaki kita sakit dan menderita justru sebagian besar disebabkan oleh contoh asuh dan contoh didik di rumahnya. Ayah dan ibunyalah yang menciptakan bawah umur lelaki hilang kelelakiannya, baik separuh atau seluruhnya. Karena sebagaimana anak perempuan, tak ada anak lelaki yang dikodratkan lahir dengan eksklusif yang cacat. Bapak dan ibunya yang menciptakan cacat kepribadiannya.
Dimulai dari para ayah yang jarang hadir dalam kehidupan anak lelaki selain untuk memarahi dan memukul, atau berdehem. Para ayah macam ini – dan jumlahnya masih amat banyak – merasa misi mereka sebagai ayah ialah memperlihatkan kemudahan hidup pada anak lelaki, tapi bukan mengarahkan hidupnya.
Padahal dari ayah seharusnya anak lelaki mencar ilmu wacana kepemimpinan yang mengayomi (ri’ayah) pada keluarga, cara bersikap sebagai seorang lelaki, cara memperlakukan anak lelaki, dan bagaimana bertahan menghadapi kejamnya kehidupan. Tapi ayah itu banyak memperlihatkan ruang hampa, selain uang dan barang yang menyenangkan sesaat.
Akhirnya pengasuhan bawah umur lelaki kita justru jatuh ke tangan perempuan. Mulai dari ibunya, guru-guru TK-nya, SD, Sekolah Menengah Pertama dan SMA, secara umum dikuasai perempuan. Padahal wanita bukanlah lelaki dan lelaki bukanlah perempuan. Fisik maupun jiwanya.
وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنثَىٰ
dan anak laki-laki tidaklah menyerupai anak wanita (TQS. Ali Imran: 36)
Meskipun mungkin tahu, tapi wanita tak sepenuhnya paham bagaimana cara seharusnya lelaki berburu dan bertahan dari serangan musuh. Bagaimana sanggup survive di alam liar. Karena jiwa wanita ialah jiwa seorang ibu dan istri yang berbeda dengan kaum lelaki. Hormon testosteron lelaki itu 10-20 kali dari yang ada pada perempuan. Tapi dari contoh asuh itu balasannya banyak anak lelaki kita tidak tumbuh layaknya lelaki. Sebagian dari mereka ada yang kehilangan separuh jiwa kelelakiannya.
Lelaki kadang perlu dihardik sebagaimana perlu dipuji. Kadang perlu dipukul sebagaimana perlu ditepuk bahunya. Lelaki harus lebih sering ditantang gres kemudian ditenangkan. Mereka perlu jatuh dan berdarah, dan bukan duduk menenun kain, atau menonton drama percintaan. Mereka perlu diyakinkan bahwa kegagalan itu harus diterima sebagaimana mendapatkan keberhasilan. Menangisi kehidupan bagi lelaki itu perlu tapi tak boleh melampaui kuota perempuan.
Tapi bagaimana anak lelaki kita akan punya jiwa lelaki sebetulnya jikalau ayahbundanya tak pernah menggambarkan menyerupai apa lelaki itu seharusnya. Ayah yang tak pernah hadir, dan jikalau hadirpun hanya sanggup memarahi dan memukul ketimbang menggambarkan visi dan misi hidup lelaki. Sedangkan ibunya merawatnya dengan dunia keperempuanan.
Maka, ayahbunda, jangan hanya duduk dan berdoa, tapi mulailah mencar ilmu mempersiapkan anak lelaki kita menjadi lelaki sejati. Belajarlah kepada Rasulullah Solawatu Wa Sallam. yang berhasil mencetak Mush’ab bin Umair, Usamah bin Zaid, Ibnu Abbas, dan Ali bin Abi Thalib, dll. Mencetak lelaki-lelaki sejati pengukir sejarah, pengharum pentas kehidupan di panggung dunia dan akhirat.
(inginnya bersambung…semoga Allah beri saya kesempatan melanjutkan)
Sumber http://alifr0505.blogspot.com