Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

√ Pembelajaran Bermakna : Ubah Gurunya Dulu, Gres Muridnya.

Konten [Tampil]
Guru hampir tak bisa pernah lelap tidur, zaman berputar, dan teknologi selalu mati muda. Itulah yang terjadi ketika insan memakai “mesin dahsyatnya”, berupa otak yang cerdik untuk selalu dan selalu berkreasi, penemuan ke dalam ranah teknologi.
Pembelajaran dengan segenap metodenya, yang beriringan dengan modelnya penyajian, yaitu salah satu serpihan teknologi, yakni teknologi pembelajaran. Kini karya-karya unggul bidang pembelajaran muncul, konsekuensinya yaitu lahirlah terminology alias istilah-istilah baru. Dalam proses pembelajaran, dari paradigma, model dan penerapannya, juga disentuh oleh kemajuan itu. Akhirnya orang mengenal istilah-istilah ini, mulai dari Quantum Teaching, Quantum Learning, Cooperative Learning, sampai Contextual Teaching Learning. Istilah yang kadang bikin pening, kadang pula juga mengundang tanggapan miring, yaitu suatu realita yang menuntut adanya daya suai bagi profesi Guru. Rupanya hal itu menuntut suatu keharusan, dengan kata lain, Guru harus berubah. Pertanyaannya sudah siapkah sang Guru, merubah beton-beton mental yang telah usang membatu, dan sudah menjadi jati diri.

Teknologi secanggih apa pun tak akan bisa diaplikasi, ketika insan sebagai aktornya enggan merubah mentalitasnya.
Hari ini kita dalam wahana sosialisasi, yang akan mengangkat sebuah materi pembelajaran bermakna, namun jikalau mentalitas kita memberi balasan enggan berubah, maka wahana sosialisasi ini tidak mempunyai arti.
MENGUBAH MENTALITAS YANG TERLANJUR BEKU & MEMBATU

Hadirnya sesuatu yang baru, serta merta membelah sikap mental seorang-orang, ada yang setuju, ada yang pula menggerutu. Sosialisasi kalau ini mempunyai maksud untuk menjebatani kepingan sikap tadi. Seperti lahirnya “PEMBELAJARAN BERMAKNA”, yang sekarang akan kita dicerna bersama, kita kunyah-kunyah berjama’ah. Kadang mengundang pertanyaan yang sangat menyeramkan, apakah selama ini pembelajaran tidak bermakna ?. Apakah pembelajaran yang kita lakukan selama ini sia-sia?. Tentu itu tidak benar. Pembelajaran yang kita lakukan sudah benar, namun kemajuan teknologilah yang menstimuli kita untuk beradaptasi, artinya mengadaptasikan proses pembelajaran sesuai zaman.
Bagaimana dengan profesi kita?, Tentunya yang harus kita kedepankan dikala ini yaitu kerelaan kita untuk berubah.
Model pembelajaran, yaitu sebuah metodologi, atau sarana, lebih garang kita sebut “alat” atau “piranti”. Guru yaitu seorang profesionalis yang menjalankan fungsi-fungsinya dengan memakai metodologi, kendatipun hukum telah dicanangkan, namun sikap mental masih pada pusaran yang rentan berubah, maka segalanya menjadi kalah dan “mentah”
Kuncinya adalah, dikala ini kita harus berubah. Dari paradigma usang menju yang baru.
MODAL MENGGAPAI PARADIGMA BARU

Seorang Guru niscaya memahami istilah yang satu ini. “Learning Process”. Manusia bisa berubah dan mendapatkan paradigma baru, tidak serta merta. Tapi perlu tahapan. Tahapan itu adalah, “Know”, “Believe”, “Attitude”, “Behavior”, “Habit” dan ” Culture”.
Know:
Semua stimuli dari akhir interaksi kita dan lingkungan, akan menjadi materi dasar untuk mengetahui sesuatu, dan selanjutnya berfungsi untuk memicu munculnya perilaku. Workshop kali ini yaitu wahana menstimuli, semoga meransang munculnya sikap baru.
Yakni mendapatkan atau menolak, baiklah dengan pembelajaran bermakna atau tidak
Believe:
Setelah kita mengetahui sesuatu yang baru, yang sudah disaring oleh keyakinan kita. Keyakinan yang bersumber dari nilai-nilai yang terbentuk di lingkungan. Jika hal itu bermakna, maka kita niscaya menerimanya.
Attitude :
Sinergi antara apa yang kita ketahui dengan apa yang kita yakini, dan kesannya membuahkan perilaku. Hebatnya, metodologi yang baru, apakah Quantum Teaching, Learning, atau Cooperative leraning. Jika Guru tidak yakin akan hal itu, maka hampir dipastikan tidak akan lahir sikap yang baru.
Behavior :
Perilaku yang ditampilkan oleh seorang Guru, yaitu akumulasi dari Know, believe dan Attitude. Ketiga paduan tersebut, acapkali disebut sebagai “software”, sedangkan behavior yaitu ‘hardwarenya” Jika seorang Guru dalam memahami pembelajaran bermakna tidak melalui proses know, believe, sampai attitude, maka bekerjanya akan setengah hati.
Habit :
Perilaku yang didemonstrasikan secara konsisten yaitu kebiasaan [habit], merupakan bentuk kristalisasi perilaku. Jika hal ini terbentuk, maka Pembelajaran Bermakna, akan menjadi santapan, alias sajian utama Guru. Semuanya akan menjadi jalan tanpa hambatan, metode pembelajaran ini kan popular, setara film “ayat-ayat cinta”
Cultutre:
Budaya yaitu cerminan dari nilai-nilai yang diketahui dan diyakini. Budaya merupakan pemantapan dari kebiasaan [habit]. Pada tahapan inilah, sikap seorang-orang sudah menempel dan sulit untuk diubah kembali, kendati ada nilai-nilai yang baru.
Jika ada intervensi nilai yang baru, harus melalui “Learning Process”. Pengalaman yang kita tarik dari pemahaman ini adalah, bahwa workshop ini, tidak serta merta eksklusif berubah budaya yang sudah membatu dan membeku. Namun tersimpan sebuah kesadaran, yang menyatakan bahwa workshop kali ini yaitu utaian dari “learning process
MEMBANGUN ABILITY TO RESPONSE
Guru juga insan “. Manusia yang mempunyai kemampuan untuk menanggapi yaitu insan yang bisa mengendalikan kehidupannya, sehingga ia bisa menentukan tindakannya sendiri. Terkait dengan profesi seorang Guru, maka dalam membangun citranya sedikitnya, ada lima kemampuan yang harus dikantongi.
Kemampuan-kemampuan itu adalah:

  • Ability to fact [kemampuan memahami fakta]
  • Ability to basic knowledge [kemampuan memahami dasar-dasar pengetahuan]
  • Ablity to evaluation [kemampuan mengevaluasi]
  • Ability to analysis [kemampuan analisis]
  • Ability to response [kemampuan menanggapi]. yaitu kemampuan yang muncul, akhir kemampuan-kemampuan lainnya, seperti: kemampuan memahami fakta; kemampuan memahami dasar-dasar pengetahuan, kemampuan penilaian dan kemampuan analisis]
Ability to fact [kemampuan memahami fakta];
Jika kemampuan ini telah ada pada diri seorang Guru, maka pengalaman empirinya yang akan mengendalikan apakah sesuatu itu yang diterima inderanya mempunyai nilai-nilai manfaat. Jika hal itu tidak mengakibatkan sebuah bahaya bagi dirinya, dan justru mempunyai manfaat besar bagi dirinya, maka akan diterimanya.
Apakah Pembelajaran Bermakna itu, sebuah bahaya bagi keberadaan profesi, atau justru itu membantu Guru ?. Kemampuan inilah yang mengendalikannya.
  • Hadirnya Pembelajaran Bermakna, harus diterima, alasannya yaitu fakta telah memperlihatkan eksistensinya
Ability to basic knowledge [kemampuan memahami dasar-dasar pengetahuan]
Guru hampir semuanya telah mempunyai kemampuan ini, tidak ada seorang pun yang menyampaikan tidak. Semua Guru telah memilikinya, telah menyadarinya, dan merupakan bab dari profesinya.
“Jika” selalu diikuti “Maka”. Jika seorang Guru enggan mengubah paradigmanya, maka akan disisihkan oleh zaman.
Hadirnya pengetahuan baru, model pembelajaran baru, tidak harus ditunggu, tapi diantisipasi.
  • Hadirnya Pembelajaran Bermakna, harus diterima, alasannya yaitu pengetahuan telah mengawalnya.
Ability to evaluation [kemampuan mengevaluasi]
Kemampuan ini adalah, bab yang menempel pada profesi Guru. Setiap berpikir bertindak, dan berperilaku selalu mengedepankan kemampuan ini. Tentunya ketika menjalankan profesinya, seorang Guru selalu memperlihatkan pertimbangan akan manfaat, dan keruginya. Menimbang kemungkinan risiko yang dihadapinya. Hadirnya model pembelajaran baru, hampir dipastikan merupakan “rekayasa nilai-nilai” [reengineering] atas model pembelajaran yang lama.
  • Hadirnya Pembelajaran Bermakna, harus diterima, tidak perlu diragukan lagi, alasannya yaitu merupakan rekayasa nilai-nilai atau metode yang mendahuluinya.
Ability to Analysis [kemampuan analisa]
Merupakan kemampuan dalam mengurai permasalahan secara detil, dan memakai banyak sekali dimensi ketika memandang sesuatu masalah. Guru sadar atau tidak telah usang mempunyai dan menggunakannya. Guru setiap menjalankan profesinya, selalu melaksanakan tahapan ini. Bahkan Guru-guru telah usang melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas [PTK], jauh sebelum PTK se-populer dikala ini. Saat ini PTK populernya hampir menyamai seorang artis menyerupai Kridayanti. Namun Guru tidak bisa menuliskannya, kedalam bahasa tulis ilmiah.
Kalau di analisa lebih tajam, tolong-menolong Guru-guru telah usang mengaplikasikan banyak sekali metode pembelajaran yang sesuai dengan zamanya, termasuk metode pembelajaran bermakna. Namun Guru masih ragu apakah yang dilakukan itu telah memenuhi kaidah bermakna.
  • Hadirnya Pembelajaran Bermakna, harus diterima, alasannya yaitu yang tolong-menolong Guru-guru telah usang melakukannya, tetapi ada keraguan apakah yang dilukukan itu, Pembelajaran yang bermakna.
Ability to response [Kemampuan menaggapi]
Adalah kemampuan yang muncul, akhir kemampuan-kemampuan lainnya, seperti: kemampuan memahami fakta; kemampuan memahami dasar-dasar pengetahuan, kemampuan penilaian dan kemampuan analisis.
Bagi profesi seorang Guru, kemampuan managgapai yaitu gambaran diri dalam melihat dirinya [self image].
Detilnya antara lain:
  1. Kemampuan dalam memahami kompetensi [competency]
  2. Kemampuan untuk meciptakan visi [Vision] sebagi harapan dan cita-cita
  3. Kemampuan untuk memperlihatkan makna pada hidupnya yang diwujudkan dalam bentuk pemaknaan misi [Mission] hidupnya
  4. Kemamuan menggunkan kompetensinya untuk mewujudkan visi dan misinya dalam bentuk taktik yang dijalankan
  5. Kemampuan menterjemahkan taktik sebagai aksi.
  6. Hadirnya Pembelajaran Bermakna, harus respon secara positif, alasannya yaitu kompetensi Guru, yang didalamnya menggambarkan Visi, Misi, Startegi, dan Aksi. Semuanya yaitu bab dari kekuatan atau potensi profesi.
MENGAPA PEMBELAJARAN BERMAKNA

Kita diingatkan oleh adigium yang dibangun dari reklame minuman.
Pertama: Kapan saja, Dimana, saja “Minum” Metode Pembelajaran Bermakna
Kedua: Apapun “makanan” model pembelajarannya , “minumnya” model pembelajaran bermakna.
Tapi mengapa model pembelajaran bermakna ?
Tentunya harus dikembalikan pada fakta sebenarnya, alasannya yaitu jikalau dilacak sebuah pembelajaran harus diindikasikan pada tingkatan yang kondusif, menyenangkan, dan kontekstual.
Mencuplik dari buku “Menggagas Pendidikan Bermakna”, buah pikir Prof. Muchlas Samani, bahwa apapun model pembelajaran, maka harus bermakna [meaningful learning]. David Ausubel, yaitu seorang orang andal psikologi pendidikan, berdasarkan Ausubel [1966] materi pelajaran yang dipelajari harus “bermakna’ [meaning full]. Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengkaitkan info gres pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah sipelajari dan dingat siswa.
Suparno [1997] mengatakan, pembelajaran bermakna yaitu suatu proses pembelajaran dimana info gres dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seorang-orang yang sedang dalam proses pembelajaan. Pembelajaran bermakan terjadi bila siswa mencoba menghubungkan fenomena gres ke dalam struktur pengetahuan mereka. Artinya, materi pelajaran itu harus cocok dengan kemampuan siswa dan harus relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Oleh alasannya yaitu itu, pelajaran harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimilki siswa, sehingga konsep-konsep gres tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian, factor intelektual emosional siswa terlibat dalam acara pembelajaran.
Pembelajaran bermakna, yaitu pembelajaran yang menyenangkan, pembelajaran yang menyenangkan, akan mempunyai keunggulan dalam meraup segenap info secara utuh, konsekuensi kesannya yaitu meningkatkan kemampuan siswa.
Anlogi menyerupai yang ditulis oleh Taufiq Pasiak, dalam penelitiannya terhapad tikus yang mendapat perlakuan penekanan[stressor] dan tikus yang enjoy [tanpa stressor]. Hasil penelitian menujukkan bahwa intervensi dari luar [berupa stressor] akan mengubah struktur otak , terutama pada kadar reseptor dan neurotransmitter. Ringkasanya perlakuan stresoor [tidak] menyenangkan akan menurunkan kemampuan tangkapannya.
Sejalan dari pemikiran itu Bobbi DePorter, mengenalkan lompatan pembelajaran yang menyegarkan dan menyenangkan. Dengan mengubah energi potensial siswa menjadi cahaya, mengakibatkan semuanya bermakna. Oleh karenanya motede pembelajaran yang dikreasi Bobbi, memperlihatkan jargon, T-A-N-D-U-R dan AMBAK.
Berikut kerangka rancangan Belajar Quantum Teaching yang dikenal sebagai TANDUR
  1. TUMBUHKAN. Tumbuh- kan minat dengan memuaskan “Apakah Manfaat BAgiKU ” (AMBAK), dan manfaatkan kehidupan pelajar
  2. ALAMI. Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang sanggup dimengerti semua pelajar
  3. NAMAI. Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, taktik sebuah “masukan”
  4. DEMONSTRASIKAN. Sediakan kesempatan bagi pelajar untuk ‘menunjukkan bahwa mereka tahu”
  5. ULANGI. Tunjukkan pelajar cara-cara mengulang materi dan menegaskan , “Aku tahu dan memang tahu ini”.
  6. RAYAKAN. Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan.
KAPAN KITA MENGGUNAKAN

Revolusi cara berguru mengubah segalannya, ketika citarasa yang menyenangkan menjadi atmosfir pembelajaran bermakna. Maka ketika menerapkaj harus tetap memperhatikan kaidah-kaidah tertentu. “Warung Jamu”, yaitu sebuah kaidah yang merupakan kepanjangan dari WAktu-RUaNG-JumlAh dan MUtu. Makna Warung Jamu yaitu dimennsi ukur yang harus diperhatikan, ketika seorang Guru melaksanakan pembelajaran.
  • Kapan [waktu], kita melalukan pembelajaran
  • Pada rentangan bagaimana atau pada kondisi yang bagaimana [ruang], kita melaksanakan pembelajaran
  • Kuantitas audience [jumlah]
  • Kualitas yang dibutuhkan [mutu]
Sejalan dengan kaidah tersebut, kita diingatkan pula dengan kaidah “ABCD” –[Audience, Behavior, Condition and Degree]. Kaidah inilah, bagaikan bintang pengarah para guru untuk menentukan metode pembelajaran yang EER[ Efektif, Efisien dan Rasional].
Saat ini terjadi revolusi pembelajaran, yang mengenarasi banyak metode pembelajaran, namun kita dicermati yaitu berubahnya paradigma pembelajaran. Dari Guru sebagai sentra pembelajaran, atau semuanya sangat ditentutkan dari atas “driver company”, menuju pembelajaran yang memperlihatkan ruang gerak secara utuh dan menyeluruh pada siswanya “driver customer“. Paradigma inilah yang menuntut setiap Guru untuk cermat dalam menentukan metode pembelajaran. Tentunya metode pembelajaran Bermakna
PUSTAKA PEMBERI NUANSA:

  • Barbara K. Given [2007]. Brain Based Teaching [Merancang Kegiatan Belajar Mengajar yang Melibatkan Otak Emotional, Sosial, Kognitif, Kinetetis, dan Reflektif]. Penerbit Kaifa Bandung.
  • Ijoni [2007]. Cooperative Learning: Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Penerbit Alfabeta Bandung.
  • Muchlas Samani [2007]. Pendidikan Bermakna: integrasi Life Skill-KBK-CTL-MBS, Penerbit SIC Surabaya
  • Suprano,P.[1997]. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Penerbit Kanisius Yogyakarta.
  • Yosi Novian dan Faqih Syarif [2008]. Quantum Quotient, Learning Behavior, Ability To Respones & Training, PT Jaya Pustaka Media Utama, Surabaya
Posted by Nur Salim
Sumber : Djoko Adi Walujo [Pemerhati Buku

Sumber http://mtsmafaljpr.blogspot.com