Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

√ Pendiri Whatsapp Kembali Ajak Hapus Facebook

 komputer dna pengusaha Internet Amerika Serikat √ Pendiri WhatsApp Kembali Ajak Hapus Facebook
Foto: The Wall Street Journal

Teknologi.id – Brian Acton (lahir 1972) ialah programmer komputer dna pengusaha Internet Amerika Serikat. Ia bersama Jan Koum merupakan pendiri WhatsApp, aplikasi pesan bergerak yang diakuisisi Facebook Inc.


Saat ini, Brian Acton kembali menyerukan untuk hapus akun Facebook dikala menjadi pembicara di almamaternya, Stanford University. Di kesempatan yang sama, Acton juga membeberkan alasan di balik keputusannya menjual WhatsApp dan kritik terhadap cara Facebook menjalankan bisnis.


Acton juga mengkritik raksasa raksasa teknologi Silicon Valley, termasuk Google, Apple, dan Facebook yang di nilainya tak bisa memoderasi konten yang beredar di layanan mereka atau hasil search. Akibatnya, misininformasi pun marak.


“Saat kembali ke Silicon Valley dan orang-orang bertanya, “Bisakah kau tidak menjual (perusahaan)?’ Jawabannya tentu tidak,” ucap Acton disela aktivitas diskusi Computer Sains 181 di Stanford University.


Lalu apakah alasan Brian Acton Memilih mundur?


“Saya punya 50 karyawan yang harus dipikirkan nasibnya dan uang yang diperoleh dari hasil penjualan ini. Saya harus memikirkan investor dan saham minoritas saya, Saya bahkan tidak mempunyai imbas penuh untuk berkata tidak.” Ucap Acton


Pada penampilan di muka publik keduanya, Acton tak sungkan mengungkap alasan ia mundur, karena selisih paham dengan CEO Facebook Mark Zuckerberg.


“Saya telah menjual privasi pengguna untuk laba yang lebih besar. Saya menciptakan keputusan, dan berkompromi dengannya. Saya hidup dengan mendapatkan hal tersebut tiap hari,” ucap Acton kepada Forbes.


Sejak awal komitmen bisnis, ia menjelaskan kalau Facebook menargetkan semoga WhatsApp bisa mencetak pendapatan US$10 miliar atau sekitar Rp140 triliun dalam lima tahun. Untuk mencapai sasaran tersebut, WhatsApp diminta memunculkan iklan dan menciptakan versi khusus pebisnis.


Namun ia mengkritik model bisnis yang justru mengarahkan perusahaan untuk memprioritaskan profit ketimbang privasi penggunanya.


Baca juga: Whatsapp, Facebook, dan Instagram Down Hampir di Seluruh Dunia, Kenapa Ya? 


“Motif profit kapitalistik ialah penyebab semakin berkembangnya invasi data langsung dan semakin banyaknya pandangan negatif. Saya berharap ada pagar yang bisa membatasi dan sanggup menghentikan hal tersebut. Hal itu belum terjadi, dan menciptakan saya takut,” ucapnya.


Sebelum setuju menjual WhatsApp, Acton dan rekannya Jan Koum setuju untuk memungut biaya berlangganan sebesar US$1 per tahun untuk satu pengguna. Meski terkesan kecil, namun menurutnya model bisnis ini bisa menyesuaikan dengan kebutuhan pengguna untuk mendapatkan layanan yang mengedepankan keamanan dan privasi.


Cara ini menurutnya juga bisa menangkal pendapatan tradisional yakni berupa iklan menyerupai yang diterapkan Facebook.


“Model bisnis WhatsApp yakni dengan menawarkan layanan selama setahun seharga US$1. Meski bukan cara untuk mencetak uang, namun kalau Anda mempunyai satu miliar pengguna makan ada US$1 miliar tiap tahun,” imbuhnya.


Acton mengaku mengapresiasi peralihan fokus Facebook yang sekarang mengedepankan privasi pengguna. Menurutnya, keputusan tersebut lebih baik ketimbang menempatkan server mereka di China.


(DWK)



Sumber https://teknologi.id