Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

√ Cara Menciptakan Puisi Yang Benar Beserta Contohnya

Pada kesempatan yang lalu, kita telah mengulas secara singkat perihal unsur-unsur puisi, unsur-unsur pembentuk puisi dan strukturnya , serta unsur-unsur pembangun puisi. Kali ini kita akan mengulas perihal cara menciptakan puisi yang benar beserta contohnya. Namun sebelumnya, kita segarkan kembali ingatan kita perihal puisi.


Pengertian


Puisi, berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Arti puisi lainnya merujuk pada sajak atau gubahan dalam bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan jawaban khusus lewat penataan bunyi, irama, dan makna khusus. Puisi dibentuk dengan tujuan tertentu, ibarat mengunkapkan pikiran dan perasaan si pengarang dengan merangkai kata-kata yang indah.


Sebagaimana halnya jenis-jenis prosa dalam kesusastraan Indonesia, puisi terdiri atas unsur-unsur pembentuk atau pembangun ibarat unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik puisi atau disebut juga dengan struktur batin puisi mencakup tema, nada atau suasana, perasaan penyair, serta amanat. Sedangkan, unsur ekstrinsik puisi atau struktur fisik mencakup diksi atau pemilihan kata, pengimajinasian, kata konkret, majas, rima, dan tipografi. Unsur-unsur inilah yang harus diperhatikan saat menciptakan puisi.


Bagaimana cara menciptakan puisi?


Membuat puisi sejatinya tidak sulit lantaran puisi merupakan salah satu bentuk ekspresi pengarangnya. Pengarang bebas mengeluarkan apa yang dipikirkan serta dirasakannya dan menuangkannya dalam bentuk puisi. Hanya saja, biar puisi yang dibentuk itu menarik dan mengakibatkan kesan tertentu bagi siapapun yang membaca atau mendengarnya maka seorang pengarang harus bisa merangkai kata-kata dengan baik serta memakai imajinasi sekreatif mungkin.


Dengan demikian sanggup dikatakan bahwa puisi merupakan sebuah karya yang lahir dari kreativitas pengarangnya. Sebagai sebuah proses kreatif, menciptakan puisi harus melalui banyak sekali tahapan. Ekoati (2010) dalam Citraningrum (2016) menyatakan bahwa tahap-tahap pembuatan puisi mencakup tahap persiapan, tahap inkubasi, tahap iluminasi, dan tahap verifikasi. Tahap persiapan ialah tahap dimana pengarang mencari inspirasi sebagai sumber tulisan. Setelah inspirasi didapat, inspirasi tersebut kemudian diendapkan untuk dilakukan perenungan dan penyusunan lebih lanjut. Tahap inilah yang disebut dengan tahap inkubasi. Tahap selanjutnya yaitu tahap iluminasi ialah tahap dimana pengarang mengejewantahkan semua inspirasi tersebut ke dalam bentuk tulisan. Dan  terakhir, tahap verifikasi ialah tahap dimana pengarang melaksanakan evaluasi terhadap puisi yang telah dibuatnya.


Dari ulasan singkat di atas, cara menciptakan puisi yang benar ialah sebagai berikut.


1. Mencari ide


Sebelum menulis puisi, pengarang harus mempunyai inspirasi terlebih dahulu. Ide-ide yang sanggup dijadikan sebagai sumber pembuatan puisi sangatlah banyak. Misalnya, inspirasi yang bersumber dari pengalaman langsung atau orang lain. Selain pengalaman, inspirasi juga sanggup bersumber dari insiden atau insiden yang mengakibatkan kesan tertentu, imajinasi pengarang sendiri, perasaan, lingkungan sekitar, binatang kesayangan, seseorang, dan lain sebagainya. Proses pencarian inspirasi ini sanggup dilakukan dengan cara perenungan secara mendalam terhadap banyak sekali macam kegiatan atau acara ibarat membaca, mengamati dan lain sebagainya.


2. Mengendapkan ide


Setelah inspirasi didapat, langkah berikutnya ialah mengendapkan inspirasi tersebut atau inkubasi untuk diproses lebih lanjut. Proses pengendapan inspirasi ini dilakukan dengan cara mengolah banyak sekali warta atau materi yang telah diperoleh dan menyusunnya ke dalam bentuk tulisan. Pada tahapan ini, pengarang sebaiknya mempunyai serta menguasai banyak sekali macam kosa kata serta gaya bahasa. Hal ini dimaksudkan biar pengarang sanggup dengan leluasa menentukan kata-kata yang sempurna dan gaya bahasa sesuai dengan tema puisi yang dibuat.


3. Menuangkan ide


Langkah berikutnya ialah menuangkan ide-ide yang telah diendapkan tersebut ke dalam bentuk goresan pena atau iluminasi. Di sini, pengarang harus bisa merangkai kata-kata serta gaya bahasa yang telah dipilih  dan mewujudkannya dalam bentuk tulisan. Pada tahapan ini, pengarang bebas menulis puisi sesuai dengan cita-cita sendiri. Dalam arti tidak harus terpaku pada banyaknya bait atau banyaknya baris dalam bait. Karena, di kala sekarang, penulisan puisi tidak lagi berpatok pada kaidah penulisan puisi usang yang mencakup irama, persamaan bunyi atau sajak, pengelompokkan baris, pemilihan kata-kata yang tepat, jumlah baris pada setiap bait serta banyaknya suku kata pada setiap baris. Kini puisi sanggup ditulis dalam bentuk prosa, paragraf, atau bentu-bentuk lainnya.


4. Penilaian


Setelah puisi ditulis sesuai dengan cita-cita pengarang, langkah berikutnya ialah pengarang melaksanakan investigasi kembali terhadap goresan pena yang telah dibuatnya. Hal ini sangat penting dilakukan bila dalam puisi ditemukan kata-kata yang kurang sesuai. Pemeriksaan ini sanggup dilakukan oleh teman atau mereka yang andal dan bertujuan untuk mennetukan apakah puisi tersebut layak diterbitkan atau tidak.


Contoh


Di bawah ini ialah beberapa pola penulisan puisi dalam banyak sekali bentuk ibarat prosa atau paragraf, dan berupa bait dan baris.


1. Contoh 1


Berikut disajikan pola penulisan puisi yang diterbitkan di Koran Tempo tanggal 11 Januari 2015 sebagaimana dikutip dari Puisi-puisi Koran Tempo karya Ardy Kresna Crenata.


Seekor Keledai Memasuki Kerajaan Surga

Karya : Mario F. Lawi


Harum surainya ibarat pengecap sungai yang melontarkan tombak ke jantung udara. Seorang wanita membuntutinya. Ia gres saja melewati Sabat yang panjang, bau tanah dan melelahkan. Bagian-bagian bawah tembok kota yang terbelah meninggalkan nganga sebesar lubang jarum. Ia mengingat kembali iota para Yunani sebelum berani bermimpi perihal kebangkitan, jalan ke surge, sumber air hidup, burung merpati dan nyala api. Perempuan itu menyentuhnya dengan tangan beraroma tepung gandum.


Apa yang kauminta daripadaku, Puan? Aroma mausoleum masih menempel pada beban terakhirku. Dari atas punggungku ia banyak berbicara perihal lubang jarum dan revolusi, perihal Romawi dan Yahudi, perihal kesedihan-kesedihan induk ayam dan air mata bapanya yang jatuh untuk kedua kalinya. Ke arahku ia menjura padahal semata cahaya yang menghampiriku.


Di tembok itu ia menoleh. Adegan dari masa kemudian diputar kembali : Anak-anak melambaikan rumput segar ke puncak laparnya, ibu-ibu merendahkan buli-buli sampai ke tanah. Air menyembul dari bekas tapak kakinya. Jika ia menunduk, akankah ia lihat bayangnya terpantul? Seorang wanita tak lagi berjalan, tak lagi menundukkan kepala. Ia melayang dan kakinya tak menyentuh genangan.


Telah kupikul kuk yang terpasang, kamu malah bahagia menjerumuskan saya ke dalam umpama. Di punggungku tergeletak perkakas yang terbuat dari merah yang luas dan ungu yang dijatuhkan dari atas. Tujuh puluh tujuh lubang tak akan cukup menjerumuskan alasannya ialah mataku mahir memilah muslihat, mebedakan gerak gugup mempelai pemalu dari pecinta mahir di balik tabir.


Ia kibaskan surainya untuk para nakal yang semakin usang semakin kecil terlihat dari antara sepasang kaki depannya. Bersediakan kamu menuliskan kisahku? Juga untuk wanita yang tak henti mendoakannya. Kuseret kelak si penjatuh ke hadapanmu, Puan, biar leluasa kamu menaklukannya.


Naimata, 2014



2. Contoh 2


Berikut disajikan pola penulisan puisi yang diterbitkan di Koran Tempo tanggal 14 Desember 2014 sebagaimana dikutip dari Puisi-puisi Koran Tempo karya Ardy Kresna Crenata.


Racun Tikus

Karya : Felix K. Nesi


Boleh kamu suatu hari

Bertandang ke petak terakhir

Dekat waduk bikinan lurah


Om Gabriel dan

Usi Ta’neo

Tentu menebar racun di situ


Buat kamu pengerat padi

Dan pendekar hutan

Dan babi lupa pulang

Yang mengkhianati Tuannya


Ini obat pelemas

Dari ujung akar cendana

Pucuk pertama papaya

Kulit pohon lontar

Rumah lebah hutan

Dan jampi mantra kerajaan Insana


Agar tak lincah kamu berlari

Agar tak besar lengan berkuasa kamu bernapas


“Hanya sebatang padi, Tuanku

Untuk lima biji mata

Dan istri yang mengandung”


Tapi anak kami banyak

Yang sulung mau jadi pastor

Yang bungsu belum jua merangkak


Tapi kamu tak berbalas lagu

Pada orang dengan pentung

Maka larilah kau, Tuan

Sekencangnya larilah


(2014)



3. Contoh 3


Berikut disajikan pola penulisan puisi yang diterbitkan di Harian Kompas tanggal 12 Desember 2012 sebagaimana dikutip dari laman Puisi Kompas.wordpress.com.


Hantu Kolam

Karya : Mashuri


: plung!


Di gigir kolam

Serupa serdadu lari dari perang

Tampangku mambayang rumpang


Mataku berenang

Bersama ikan-ikan, jidatku terperangkap

Koral di dasar yang separuh hitam

Dan gelap

Tak ada kecipak yang bangkitkan getar

Dada, manapak jejak luka yang sama

Di medan lama


Segalanya dingin, serupa isu terkini yang dicerai

Matahari

Aku terkubur sendiri di bawah timbunan

Rembulan

Segalanya tertemali sunyi

Mungkin …


“plung!”


Aku pernah mendengar bunyi itu

Tapi terlalu purba untuk dikenang sebagai batu

Yang jatuh

Karna kini kolam tak beriak

Aku hanya melihat wajah sendiri, berserak


Banyuwangi, 2012-12-03



Demikianlah ulasan singkat perihal cara menciptakan puisi yang benar beserta contohnya. Artikel lain yang sanggup dibaca antara lain perbedaan puisi dan sajak, jenis-jenis puisi, jenis jenis puisi lama, jenis jenis puisi baru, jenis jenis puisi kontemporer, jenis jenis sajak, macam-macam puisi gres berdasarkan isinya, macam-macam puisi gres berdasarkan bentuknya, contoh puisi singkat, contoh puisi usang mantra, contoh puisi beserta sinopsisnya, contoh puisi distikon, contoh puisi terzina, contoh puisi quatrain, contoh puisi soneta, contoh puisi romance, contoh puisi balada, dan contoh puisi elegi. Sekian dan terima kasih.



Sumber aciknadzirah.blogspot.com